Laman

Wednesday, February 15, 2012

Batik Mbako Sebagai Batik Temanggungan


Ide Batik Mbako berlatar belakang masalah social cultural, pelestarian budaya dan pemberdayaan warga sekitar itulah yang mendasari penciptaan Batik Mbako, tembakau (mbako = istilah lokal Temanggung ) adalah tanaman khas yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sosial masyarakat Temanggung,  batik bermotif tembakau diharapkan menjadi sebagai ciri khas batik dari daerah penghasil tembakau ini. Menurut Penanggung Jawab Bengkel  Kerja PT Amalia Angkasa 7 yang memproduksi batik mbako Lily Setiawati di Temanggung mengatakan, batik khas Temanggung ini menggunakan motif yang berkaitan dengan tanaman tembakau .
Batik Mbako yang baru resmi berdiri pada Januari 2010 ini ditekuni oleh mayoritas anak remaja yang telah mengikuti kursus membatik di Solo. Terdapat terdapat sekitar lima rumah tangga yang menjadi pembatik di lingkungan Tegaltemu Kelurahan Manding Kecamatan Temanggung.

Batik Mbako mulai diproduksi di awal 2010an ini mulai memperlihatkan eksistensinya dan dapat diperhitungkan sebagai asset kekayaan budaya daerah yang bisa memberikan nilai ekonomis pada masyarakat lokal. Batik mbako diproduksi dalam bentuk tulis dan cap. Menurut Lily, awal pemikiran pembuatan batik mbako ini disesuaikan dengan ciri khas lingkungan Temanggung sebagai daerah penghasil tembakau.
Lily mengatakan, untuk melindungi motif batik mbako telah diajukan proses hak paten. Untuk sementara ada empat motif yang dipatenkan yakni “ Ron   Mbako “, “ Sekar Mentari “, “ Rigen “, dan motif kontemporer. Secara keseluruhan batik mbako mempunyai 13 motif. Ia menjelaskan, motif “ Ron Mbako “ merupakan corak tentang daun tembakau, “ Sekar Mentari “  bunga tembakau yang terkena sinar matahari, “ Rigen “ merupakan anyaman bambu sebagai tempat penjemuran tembakau, dan motif kontemporer merupakan pengembangan dari motif tembakau.
Motif kontemporer sebagai kombinasi dan menyesuaikan permintaan pasar karena konsumen tidak hanya menyukai motif asli tetapi juga motif abstrak, dan masih ada kemungkinan untuk mengembangkan kreasi dan inovasi lain.
Sebenarnya di daerah Temanggung dulu telah memiliki batik dengan motif khas Batik Kedu, namun seiring berjalannya waktu, serta tidak ada lagi generasi berikut yang melanjutkan warisan budaya itu, hingga akhirnya motif khas Batik Kedu itu musnah ditelan jaman, kemunculan Batik Mbako mudah-mudahan akan memberikan brand image baru dalam pengembangan batik negeri tercinta ini khususnya di wilayah eks Karesidenan Kedu lebih spesifik sebagai Batik motif Temanggungan.
Menurut Lily di bengkel kerjanya juga menyediakan baju batik tulis dengan harga sekitar Rp 1 juta per potong, sedangkan baju batik cap Rp 135 ribu hingga Rp 165 per potong. Lily menyebutkan, dengan empat pembatik, setiap bulan dapat memproduksi lima lembar kain batik tulis dan 20 hingga 50 lembar kain batik cap. Kain batik tulis dijual dengan harga Rp 250 ribu hingga Rp 600 ribu per lembar. Dengan harga tersebut kami membidik konsumen kalangan menengah ke atas, Selain warga Temanggung, batik mbako juga diminati masyarakat luar kota yakni Jakarta dan Pati. Mereka mengetahui batik Temanggung ini melalui jejaring sosial facebook, Selamat buat Lily, semoga Batik Mbako makin berkembang, kita tunggu kreasi dan inovasinya.