Laman

Wednesday, September 26, 2012

Belum Juga Reda Api G. Sindoro, Kini G. Sumbing dan G. Prahu Terbakar


Selasa ( 25/9 ) menjelang subuh dini hari titik api di gunung Sindoro sudah tidak telihat lagi, mendekati siang hari petugas pemadaman mulai turun gunung, mendadak terlihat lagi kepulan asap. Petugaspun mengurungkan niatnya untuk istirahat pulang, mereka harus naik lagi memadamkan bara api yang tersisa di tonggak-tonggak kayu.
Belum juga hilang rasa lelah, belum juga usai memadamkan api di gunung Sindoro, siang itu juga pukul 11.00 siang Petugas di Resor Pemangku Hutan ( RPH ) Kecepit melaporkan bahwa Petak 20 punggung gunung Sumbing terbakar. Menyusul kemudian laporan dari BKPH Candiroto bahwa petak 1 Gunung Prahu juga terdapat titik api.
Dilaporkan juga bahwa Petugas dari Anggrung Gondok Wonosobo tengah melakukan upaya pemadaman, sementara itu personil RPH Kecepit masih konsentrasi pada pemadaman di RPH Kwadungan Gunung Sindoro, direncanakan setelah Sindoro benar-benar padam mereka akan menyusul ke dua gunung tersebut.

Monday, September 24, 2012

Bara Api di atas Sindoro


Hutan Lindung di Gunung Sindoro yang sehari-hari menjadi pemandangan yang indah, kini tampak mengkhawatirkan, masalahnya di hutan itu tampak asap mengepul putih, dan di malam hari terlihat pemandangan tidak seperti hari-hari sebelumnya, sederetan api menyala merah, lebih-lebih bila tertiup angin besar, dari kaki gunung api itu nampak berkobar.
Sering sekali kebakaran hutan seperti itu terjadi di Gunung Sindoro maupun Gunung Sumbing, sejak bulan Agustus hingga September telah puluhan kali terjadi kebakaran, di wilayah Bagian Kesatuan Pemangku Hutan ( BKPH ) Temanggung. Selain faktor alam akibat kemarau panjang, kebakaran diduga oleh faktor manusia yang sengaja membakar hutan secara tidak bertanggung jawab.

Sunday, September 16, 2012

Kuda Lumping is The Best Art in The World




Pada acara The 14th Merapi and Borobudur Seniors Amateur Golf Tournament Competiting The Hamengku Buwono X Cup di Kota Magelang yang baru lalu, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengatakan bahwa kesenian Jaran Kepang ( Kuda Lumping ) paling jelek di dunia. 
Ucapan Bibit Waluyo itu terus menuai kecaman dari berbagai pihak, baik dari para Pelaku Seni, Pemerhati Seni serta Para Tokoh Masyarakat. Tidak ketinggalan para seniman dan seniwati dari lereng Sumbing - Sindoro Temanggung, Sabtu ( 15/9/2012 ) menggelar unjuk rasa keprihatinan atas statement orang nomor satu di Jawa Tengah itu, sungguh sangat disesalkan.
Sebagai seorang pemimpin seharusnya memberikan bombongan, dukungan spirituil, dorongan semangat ketika mendapati karya atau kreasi warganya tengah tidak seperti yang diharapkan, agar karya mereka lebih baik di masa  mendatang. Apabila ada kekurangan dalam suatu karya, bukankah mereka juga warga binaannya, seharusnya berikan pembinaan, dukungan finansial bila perlu, agar kekurangannya tertutupi, keberhasilan warganya kan juga kebanggan Sang Pemimpin.

Thursday, September 13, 2012

Segudang Talenta dari Temanggung



Mengenang kejayaan musik rock di era 80 sampai 90an, jadi ingat beberapa rock band ternama di negeri ini, taruhlah beberapa rock band yang punya nama besar dan berjaya saat itu seperti God Bless, SAS, Bumerang, Jamrud, Elpamas, Power Metal, Grass Rock dan band-band lain yang pernah muncul ke permukaan lewat tangan dingin promotor musik Log Zhelebour. 
Ada beberapa nama rock band yang perlu kita catat dalam sejarah musik rock tanah air, dan ternyata diantaranya terdapat beberapa nama anak-anak Temanggung. Bagi anak muda yang pernah mengalami sejarah perjalanan musik pada era 80 sampai 90an itu pasti masih ingat nama band besar asal Temanggung, catatlah sebuah nama Rolland Band dan Teaser.

Monday, September 10, 2012

Legenda Posong dan Sejarah Pangeran Diponegoro




Kedu, hari Kamis titimongso 5 bulan Haji tahun Be ( 31 Juli 1825 ), Pangeran Diponegoro mengirimkan surat perintah kepada rakyat Kedu yang berbunyi:
“Inilah soerat dari saja Kangdjeng Goesti Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkoeboemi di Ngajogjakarta kepada semua teman saja di Kedoe
Memberitahoekan bahwa negari Kedoe sekarang telah saja minta
Semoea orang, ja’ni semoea orang lelaki, perempoean, besar dan ketjil haroeslah mengetahoeinja
Adapoen orang jang telah mengetahoei surat oendangan saja ini hendaknja dengan segera menjediakan sendjata agar dapat mereboet negari dan membetoelkan agama Rosoel serta mereboet toedjoeh iman
Djika ada jang berani dan tidak maoe mempertjajai boenji soerat saja ini, pasti saja potong lehernja”  

Surat tersebut ditanggapi seluruh rakyat Kedu, hanya dua bulan setelah itu meletuslah peperangan besar di daerah kedu, hal itu disebutkan dalam surat Jenderal De Kock ( 28 September 1825 ) kepada Residen Kedu Loe Clereg, yang menyatakan bahwa dalam peperangan itu Pos Selatan Karesidenan Kedu, Kalijengking pada pagi hari diserbu pasukan jumlah besar, dan menewaskan Letnan Hilmer.

Sunday, September 9, 2012

Sebuah Cerita dari Negeri Tembakau ( part 1 )



“ INILAH NEGERI TEMBAKAU “ kata Mbah Merto menyambut saya begitu turun dari kendaraan yang mengangkut saya ke desa di lereng gunung Sindoro, ketika saya mengunjungi Desa Bansari yang  tengah panen raya tembakau, lalu ia mengajak masuk ke rumahnya dan menyilakan saya duduk di amben ( balai-balai ), sebuah slepen ( tempat tembakau dari anyaman rumput mendong ) dikeluarkan dari saku celananya, isinya tembakau, kertas sigaret cap Topeng, cengkeh rajangan cap Ndorit, dan korek api.
“ Ses Mas “ tawaran akrab Mbah Merto mengajak bareng-bareng merokok Ting-We ( nglinting-dewe = melinting sendiri )
“ Terima kasih, ini saja Mbah lebih enak “ teman saya balas menawari rokok buatan pabrik kepadanya
“ Terlalu ringan Mas, saya nggak marem kalau nggak nglinting sendiri “

Rokok Ting-We bagi Mbah Merto ( 87 th ) sudah menjadi menu wajib sehari-hari, begitu luang segera ia mengeluarkan isi slepennya, bahkan sambil melakukan aktifitas  rokok lintinganpun tak pernah lepas dari bibirnya, usianya memang sudah senja, namun kesehatannya masih baik dibandingkan dengan orang kota seusianya yang dimanjakan oleh makanan yang lebih bergizi.
Meskipun sudah tua,  Mbah Merto masih kuat mengelola ladangnya yang berada di Deles, yaitu ladang yang berada di bawah hutan puncak gunung Sindoro, bayangkan saja untuk sampai di Deles ia berangkat jam 04.00 pagi, berjalan kaki sambil memikul pupuk kandang sampai di lokasi jam 07.00
Ketika saya mencoba naik ke Deles mengikuti route Mbah Merto, mandi keringat bukan main lelahnya, harus ngaso empat kali dengan nafas yang ngos-ngosan tak karuan, padahal saya bukan perokok seperti Mbah Marto.

Yang membuat saya bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang perokok berat semacam Mbah Merto sampai di usia 87 kesehatannya masih prima, masih kuat mencangkul, memikul beban, tidak seperti yang digambarkan orang tentang seorang perokok berat dengan paru-paru bengek.
Bukannya saya ingin menepis pendapat ahli tentang bahaya rokok, saya setuju dengan hal itu, karena semua berdasarkan hasil penelitian ilmiah.



Sebuah Cerita dari Negeri Tembakau ( part 2 )



Siang yang panas di NEGERI TEMBAKAU, cuaca yang sangat disenangi warga di lereng gunung Sindoro desa Mbah Merto berada, pasalnya alamat jemuran tembakaunya bakal kering dengan baik. Sementara itu daun tembakau yang baru dipetik dari ladang mulai pagi tadi telah digulung dan diletakkan di pemeraman. Rencananya nanti malam akan ngrajang lagi tembakau yang telah menguning hasil petikan sebelumnya.
Dalam usia sepuh tampak Mbah Merto masih semangat, membantu kerja anak-anaknya membalik rigen jemuran tembakau, lalu kembali berteduh di teras rumah, sekali lagi ia menyulut rokok Ting-We ( nglinTing deWe = melinting sendiri )  yang selalu menemani sepanjang hidupnya.

Ketika para petani ramai-ramai ke Jakarta untuk unjuk rasa menentang RPP Tembakau yang baru lalu, iapun tak ketinggalan ikut serta, ada keresahan yang amat sangat apabila RPP itu disyahkan. Terbayang olehnya para petani tembakau akan kehilangan penghasilan, bagaimana tidak tanaman tembakau ini sejak bibit hingga menjadi rokok telah melibatkan jutaan tenaga kerja yang memperoleh kehidupan, memang bisa petani beralih ke tanaman lain, namun tidak akan sehebat pengaruhnya seperti bertani  tembakau.

Monday, September 3, 2012

Kesenian Clengklungan Khas Temanggung



Teringat masa kecil di kampung, menemani seorang kawan selepas sekolah, mengembala kerbau di sawah yang habis di panen, sambil berteduh dibawah pohon mengamati segala gerak-gerik kerbau gembalaannya, kawan saya itu dengan mahirnya merakit sebuah alat musik sederhana, yaitu memakai payung keruduk ( semacam caping besar yang dibuat dari clumpring bambu ) lalu merentangkan suket ( rumput ) grinting yang diambil dari tepian pematang sawah. Dan jadilah sebuah alat musik petik dengan nada yang khas, setelah menyetem sebentar mengatur nada lalu dipetiklah alat itu sambil menyanyikan tembang macapat. Alangkah indahnya menikmati alunan melodi mengiringi tembang seiring semilirnya angin nan sejuk, membuat saya terkantuk-kantuk tiduran di akar pohon yang rindang. Herannya darimana dia mendapat ilmu merakit alat musik itu, ternyata ketrampilan itu diwariskan dari orang tuanya, turun-temurun dari kakek buyut sampai cicitnya. Belakangan baru saya tahu alat musik itu bernama Cengklungan.

Sekar Jipan'x dari Temanggung dihidangkan di TMII


Sebuah catatan bulan Juni yang tercecer di TMII




Minggu 17 Juni 2012 mulanya sekedar mengisi waktu mengunjungi Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini Indonesia Indah ( TMII ), tak tahunya Kabupaten Temanggung tengah mendapatkan giliran untuk mengisi pentas di anjungan Jawa Tengah itu, jadi sebuah surprize bagiku, mendapat kesempatan menyaksikan pertunjukan Kesenian Khas Temanggung, kali ini para Seniman-Seniwati Temanggung dengan indahnya  menghidangkan Sekar Jipan'x kepada para pengunjung TMII.
Kus Bandrio Perwakilan Jawa Tengah di TMII menyampaikan bahwa selain pentas kesenian tersebut, dalam rangka menunjang suksesnya Pariwisata Jawa Tengah  juga diadakan Pameran Produk dari Kabupaten/ Kota se Jawa Tengah, diantaranya batik dari berbagai daerah dan makanan-makanan khas daerah se provinsi Jawa Tengah, bukankah ini yang dinamakan pucuk dicinta ulam tiba, karena selain menikmati indahnya seni budaya juga tersaji makanan khas yang bisa menggoyang lidah.