Laman

Sunday, October 28, 2012

Lingkaran Setan Bisnis Tembakau di Temanggung



Sebagai negara agraris dengan potensi alam yang subur, tongkat kayu dan batupun jadi tanaman di sepanjang gugusan kepulauan dari Sabang sampai Merauke, mestinya hal ini bisa memakmurkan rakyatnya yang mayoritas petani. Namun alih-alih makmur, kenyataannya para petani di negeri ini justru menjadi pelengkap penderita, dari permainan bisnis kaum kapitalis.
Tak jauh beda yang terjadi di daerah Temanggung, 70% dari 750 ribu penduduknya berprofesi sebagai petani, dan tembakau adalah salah satu komoditas andalannya.
Lereng gunung Sumbing, Sindoro dan Prahu adalah lahan subur yang bisa menghasilkan tembakau memiliki kualitas terbaik kelas dunia, namun apakah dengan demikian telah membuat para petani penghasil tembakau menjadi sejahtera, jawabannya No Way, tidak semuanya atau selamanya demikian.



Bisnis tembakau adalah bisnis panas dan selalu dalam lingkaran setan para mafia, begitulah realita yang sebenarnya terjadi, jadi cukup masuk akal juga kalau setiap musim panen yang seharusnya menjadi pesta kaum petani, justru sebaliknya, para tengkulaklah yang berpesta meraup keuntungan besar. Bisnis tembakau di Temanggung memang paling aneh di dunia, bagaimana tidak, dalam transaksi mestinya petani penjuallah yang seharusnya menentukan harga tembakau dagangannya, tapi yang terjadi harga tembakau harus mau menurut pada ketentuan dan selera pembelinya. Potongan pengurangan timbangan oleh para tengkulak dengan alasan tertentu juga membuat semakin susahnya petani tembakau.
Tahun 2012 ini tembakau dari petani dihargai rendah, tidak dapat untuk menutup biaya produksi, apalagi untuk meraup keuntungan. Tambah lagi pabrikan menyetop pembelian secara mendadak pada Agustus lalu.
Sejak awal hingga pertengahan panen tahun ini, petani harus puas dengan kekecewaan, karena pabrikan memberikan harga terlampau rendah, jika panen raya tahun 2011 lalu harga tembakau Temanggung meningkat mulai puluhan ribu hingga akhir panen di angka Rp. 300 ribu per Kg, kini sebaliknya harga melorot turun, pada awal panen pada kisaran Rp. 25 ribu – Rp. 30 ribu, dan tertinggi mencapai Rp. 95 ribu – Rp. 100 ribu, di bulan Oktober malah menurun Rp. 17,50 ribu tertinggi Rp.25 ribu. Namun menurut Hong Tjoen pemilik OKT rekanan PT Djarum, sebenarnya harga tahun ini normal, setara dengan tahun 2009 saat harga sedang baik, dia malah berpendapat bahwa harga tahun 2011 yang naik secara tidak wajar.

  
Beberapa friksipun muncul, ada anggapan rendahnya harga disebabkan permainan nakal para grader, ada pula yang menuduh pabrikan bermain-main dengan harga, dan ada pula analisa bahwa tembakau Temanggung telah dicampur tembakau impor dari luar daerah oleh  pengrajin menyebabkan turunnya kualitas.
Hong Tjoen maupun Hartanto salah satu perwakilan PT Gudang Garam menyatakan, banyaknya campuran pada rajangan tembakau seperti gula, kotoran patik, gagang, atau ondolan akan mengurangi kualitas dan sangat merugikan pihak pabrik.
Hal senada juga diungkapkan Wiwik dari Mess PT Djarum, memang rajangan tembakau dari petani tidak langsung digunakan, namun melalu proses frementasi selama 2 tahun, apabila terlalu banyak campuran gula maka bobotnya akan berkurang, kempis, bahkan membatu tidak dapat diproses.

Yang tak kalah peliknya adalah, masalah panjangnya sistem tata niaga, selama ini para petani tidak menjual langsung ke pabrikan, tapi harus melalui grader atau subgrader, sehingga petani tak pernah tahu berapa harga sesungguhnya yang dibeli pabrik.
Hal inipun ditepis oleh Lukito seorang grader, fungsi grader maupun subgrader adalah untuk menampung tembakau dari para petani, ini sistem yang harus dilalui, dapat dibayangkan bagaimana kalau secara individu ribuan petani menjual sendiri ke pabrik, akan jadi antrean sangat panjang berhari-hari.

27 Agustus 2012 yang baru lalu, petani kembali dipusingkan ketika pabrik tiba-tiba menghentikan pembelian, dengan alasan kuota telah terpenuhi, padahal stok tembakau pada petani di wilayah Temanggung Selatan masih banyak yang belum terbeli.
Puncak kekecewaan petani itu diledakkan pada 5 Oktober 2012 kemarin, ratusan petani melakukan demontrasi massa di gedung DPRD. Wal hasil Pansus Pertembakauan melakukan mediasi dengan pabrik seperti PT Noroyono International Tobacco, PT Djarum Kudus, PT Gudang Garam, dan PT Bentoel, dari mediasi ini pabrikan akhirnya mau membeli tembakau, namun hanya untuk grade E,F dan G, dengan harga berkisar Rp. 25 ribu – Rp. 30 ribu per Kg.
Padahal kenyataannya petani masih menyimpan grade D, disinyali over kuota grade D adalah adanya oknum yang mengimpor dari luar daerah dan langsung menjual ke pabrik.
Kasubbag Perekonomian Daerah Setda Kabupaten Temanggung Wisnu Grahito mengatakan, rencana semula pembelian di 2012 ini adalah 18.000 ton, logikanya dari luasan lahan 15.587 Ha dapat menghasilkan tembakau rajangan 9.916 ton, mestinya semua tembakau Temanggung terbeli pabrik, bahkan belum memenuhi kuota pembelian.
Lebih lanjut Wisnu menambahkan, hasil kunjungan Tim Pansus Pertembakauan ke pabrik, diketahui kuota pembelian telah mencapai 29.702 ton, terdiri dari Gudang Garam 15.000 ton, Djarum 10.500 ton, Bentoel 13.150 ton, Noroyono dan Wismilak 1.066 ton.

Katon ( 37 ) petani dari desa Jetis Selopampang mengatakan kalau pihak petani banyak menjadi bulan-bulanan para juragan, pasalnya para pedagang itu akal-akalan mengurangi berat timbangan sekitar 5 sampai 10 kg/ keranjang, padahal masih ada lagi potongan rafaksi 20% dari berat timbangan, belum lagi setelah masuk pabrikan harga berubah lebih rendah dari kesepakatan awal, lagi-lagi petani dicurangi.
Untuk itu memang petani haruslah jeli, menjual tembakau dengan sistem menitipkan membuat petani tidak tahu persis kejelasan timbangan, berapa harga asli dari pabrik. Dari cara dagang menitipkan ini biasanya pedagang masih meminta jatah per keranjang Rp 2.500 – Rp. 3.000.
Melihat lingkaran setan bisnis tembakau ini sudah jelas, pihak-pihak yang diuntungkan jelas bukanlah petani, melainkan para pemain yang mengambil keuntungan di air keruh, entah itu cukong, pemilik modal, pengrajin atau pengimpor.


Menanggapi hal ini Bupati Temanggung Drs Hasyim Afandi mengatakan “ Untuk mengurai kooptasi kapitalisme ini perlu banyak formula dan kebersamaan serta goodwill semua pihak, petani juga harus merubah mindset mulai dari awal tanam hingga panen, dan menata manajemen pola pertanian secara menyeluruh “
“ Temanggung adalah pasar bebas tembakau, jadi siapa saja bisa melakukan jual beli tembakau, dari manapun asalnya, memang secara hukum dagang hal itu sah, karena dalam transaksi ada jual dan beli, lalu aturan mana yang bisa melarang “ Drs Hasyim Afandi menambahkan.