Budaya berasal dari kata buddhayah, merupakan bentuk jamak dari buddhi ( budi atau akal ), yang berarti hala-hal yang berkaitan dengan akal budi.
Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari unsur yang rumit, sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa dan karya seni yang tak terpisahkan dari diri dan cara hidup manusia, sehingga dianggap warisan genetis.
Unsur sosio-budaya tersebar dan meliputi kegiatan sosial manusia, menjadi pola hidup bersifat kompleks, abstrak dan luas.
Kebudayaan memang erat hubungannya dengan masyarakat, segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh masyarakat itu sendiri, menurut Melville J.Herskovits ( Cultural Determinism ), Herskovits juga berpandangan bahwa kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari generasi ke generasi ( superorganic )
Sedangkan Andreas Eppink mempunyai pendapat bahwa kebudayaan mengandung seluruh pengertian nilai sosial, norma, ilmu pengetahuan serta struktur sosial, religius dan pernyataan intelektual, artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Hampir sama dengan teori Edward Burnett Tylor, yang mengatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, mengadung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat.
Apapun teori dari beberapa ahli, Prof. Selo Soemardjan menyimpulkan secara simple, mudah dilogika dan relevan dengan apa yang kita telusur ini " Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat ".
Budaya dapat mengalami degradasi, bila pemiliknya tak sadar mengikuti pengaruh budaya lain sehingga lambat laun budaya asing itu menggantikannya, baik melalui akulturasi, atau pemaksaan karena budaya dianggap bertentangan dengan norma, nilai suatu keyakinan baik agama tertentu atau pengaruh global menilai telah ketinggalan jaman.
Budaya " Individualisme kasar " model Amerika kadang dianggap paling keren dan modern, padahal membahayakan budaya ketimuran milik Nusantara yang santun dan ramah, namun tidak semua yang asing buruk, " keselarasan individu dengan alam " milik Jepang, dan " kepatuhan kolektif " di China memiliki nilai tersendiri.
Berangkat dari kegerahan budaya dalam pengaruh global paradox, sekelompok budayawan, pelaku seni dan pemerhati budaya mengadakan dialog bertajuk " Mengungkap Potensi Seni Lokal dan Sejarah, Menatap Masa Depan kita " di Pendopo Pengayoman Temanggung, Senin ( 28/01/2013 ).
Tak tanggung-tanggung dalam kesempatan dihadirkan seorang budayawan yang dikenal sebagai seniman eksentrik yang karya-karyanya telah diakui dunia sastra, Japi Tambayung atau lebih dikenal dengan Remy Sylado, dan Sumbo Tinarbuko dosen Institut Seni Indonesia ( ISI ).
" Berbicara soal kebudayaan, kita harus arif dan bijaksana dalam memandang kebudayaan karena ada akulturasi. Kita harus lihat pada diri kita juga, sebab tidak ada kebudayaan yang terpagar rapat, jadi selalu ada perkawinan budaya " kata Remy Sylado, menurutnya jika menolak kebudayaan asing maka harus menggunakan nalar. Baginya, tidak perlu menyalahkan kekuatan budaya luar, seperti Korea maupun Taiwan yang belakangan deras masuk ke Indonesia dan mempengaruhi pola pikir budaya, terutama generasi muda.
Sebab yang salah adalah ketidakmampuan bangsa ini mengolah budaya sendiri agar setara dengan budaya luar.
" Kita juga tidak pernah membagikan kebudayaan kita pada barat, Kita tidak pernah punya kekuatan mempengaruhi barat, karena kita telah lebih dulu jadi " kacung " barat, sehingga kita tidak bisa setara. Kalau kita mau orang barat mengubah pandangan terhadap kita, maka kita ubah diri kita dulu " tambah Remy Sylado.
Seniman nyentrik itu juga menyinggung soal teknis dalam bahasa pada penyampaian simbol budaya, dikatakan bahwa untuk menjelaskan fungsi bahasa kadang sering terganjal adanya ejaan yang disempurnakan ( EYD ). Akibatnya komunikasi verbal kadang tidak optimal diterapkan karena kurang komunikatif, entah relevansinya dimana antara EYD dan komunikasi sayapun agak ragu dan gagap melogika.
" Bahasa sangat penting sebagai penyampai pesan. Tetapi apabila bahasa terlalu diikat dengan model baku, maka kreatifitas akan terpenggal. kreatifitas dalam berbagai bidang, termasuk seni dan budaya " Remy menjelaskan.
Sementara itu, dosen ISI, Sumbo Tinarbuko menghimbau agar generasi muda untuk tidak sekedar menjadi pengikut budaya asing, contohnya Korea dan Taiwan yang belakangan ini mewabah seperti yang disampaikan Remy Sylado.
" Akui dan hargai kebudayaan sendiri. Kenapa tidak sadar anda punya kekuatan kebudayaan tapi malah ambil kebudayaan lain, seolah anda jadi orang hebat dan modern, sedangkan kebudayaan sendiri dicolong orang asing, sehingga proses komunikasi tidak berdasarkan akar kebudayaan Indonesia " kata Sumbo
Apa yang dikatakan Remy Sylado soal kendala penyampaian komunikasi verbal, Sumbo menjelaskan bahwa, penggunaan bahasa yang tepat adalah bahasa yang komunikatif. Melalui cara ini maksud dan tujuan dari kalimat yang disampaikan bisa lebih efektif.
Dan dialogpun berakhir dalam kesimpulan Sumbo Tinarbuko, dia menambahkan, dalam hal kesenian dan kebudayaan, banyak kesenian yang menggunakan bahasa daerah, itu tidak salah, karena sekarang fasilitas multi media bisa menjadi jembatan pengantar pesan yang efektif, sehingga apapun penampilan dalam bahasa lokal dapat dikomunikasikan dengan baik.
Kebudayaan daerah dengan ciri khasnya tetap harus dilestarikan, agar bisa bertahan di tengah gempuran kebudayaan asing. SETUJU !!!