Laman

Wednesday, April 25, 2012

Candi Borobudur Dibangun di atas Danau Kedu Purba




Sebuah penelitian ahli memperkirakan bahwa Candi  Borobudur ternyata dibangun di atas dasar danau purba yang telah mengering, Candi Borobudur berdiri pada sebuah bukit yang berada di tengahnya dengan ketinggian 265 M (870 kaki) dari permukaan laut dan 15 M (49 kaki ). Keberadaan danau purba ini menjadi bahan perdebatan yang hangat di kalangan arkeolog pada abad ke-20; dan ada beberapa dugaan yang masih menjadi polemik apakah Borobudur dibangun di tepi atau di tengah danau. Pada 1931 di dataran Kedu, seorang seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha WOJ Nieuwenkamp mengajukan teori bahwa Dataran Kedu dulunya adalah sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Bunga teratai baik dalam bentuk padma (teratai merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai putih) dapat ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha; seringkali digenggam oleh Boddhisatwa sebagai laksana (lambang regalia), menjadi alas duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik stupa. 



Bentuk arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga teratai, dan postur Budha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam naskah keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha yang kemudian menyebar ke Asia Timur). Tiga pelataran melingkar di puncak Borobudur juga diduga melambangkan kelopak bunga teratai. Akan tetapi teori Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan fantastis ini banyak menuai bantahan dari para arkeolog; pada daratan di sekitar monumen ini telah ditemukan bukti-bukti arkeologi yang membuktikan bahwa kawasan sekitar Borobudur pada masa pembangunan candi ini adalah daratan kering, bukan dasar danau purba.
Sementara itu pakar geologi justru mendukung pandangan Nieuwenkamp dengan menunjukkan bukti adanya endapan sedimen lumpur di dekat situs ini. Sebuah penelitian stratigrafi,  sedimen dan analisis sampel serbuk sari yang dilakukan tahun 2000 mendukung keberadaan danau purba di lingkungan sekitar Borobudur, yang memperkuat gagasan Nieuwenkamp. Ketinggian permukaan danau purba ini naik-turun berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan bukti menunjukkan bahwa dasar bukit dekat Borobudur pernah kembali terendam air dan menjadi tepian danau sekitar abad ke-13 dan ke-14. Aliran sungai dan aktivitas vulkanik diduga memiliki andil turut merubah bentang alam dan topografi lingkungan sekitar Borobudur termasuk danaunya. Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi yang terletak cukup dekat dengan Borobudur dan telah aktif sejak masa Pleistosen.



Hal lain yang menarik adalah, ternyata antara Candi Borobudur,  Candi Mendut, dan  Candi Pawon berada dalam satu garis lurus yang terbujur membentang, dalam filosofi Jawa kuno hal ini mempunyai maksud mensinergikan energi kekuatan alam, salah satu contoh pada zaman setelah itu juga terjadi saat pembangunan keraton Jogja berada satu garis lurus dengan gunung Merapi dan Parangtritis. Awalnya diduga hanya suatu kebetulan, akan tetapi berdasarkan dongeng penduduk setempat, dulu terdapat jalan berlapis batu yang dipagari pagar langkan di kedua sisinya yang menghubungkan ketiga candi ini. Para pakar menduga memang ada kesatuan perlambang dari ketiga candi ini. Ketiga candi ini (Borobudur-Pawon-Mendut) memiliki kemiripan langgam arsitektur dan ragam hiasnya dan memang berasal dari periode yang sama yang memperkuat dugaan adanya keterkaitan ritual antar ketiga candi ini.


Candi Borobudur memang menyimpan sejuta mistery, Candi terbesar di dunia ini terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar, sepasang bukit kembar dan sepasang sungai kembar; yaitu pasangan Gunung Sumbing- Sindoro sebelah barat laut dan pasangan gunung Merapi-Merbabu  sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar,  yang merupakan pasangan bukit Menoreh yang berada di sebelah selatan, serta candi ini terletak dekat pertemuan sepasang sungai yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo di sebelah timur, pasangan adalah menunjukkan harmoni alam dan lambang kesuburan. 
Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap suci dalam kepercayaan Jawa dan disanjung sebagai “ Taman pulau Jawa ” karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya. Selain itu Kedu juga dipercaya sebagai titik pusat pulau Jawa, ada sementara teori yang mengatakan bahwa menurut kepercayaan nenek moyang Candi Borobudur dibangun sebagai paku bumi yang berada di titik pusat untuk memberikan keseimbangan pada tanah Jawa.