Laman

Sunday, April 8, 2012

Ritual Among Tebal Warga Lereng Sumbing



Semburat sinar matahari  menembus kabut tipis yang menyelimuti ketinggian lereng gunung Sumbing pagi itu. Diantara hawa dingin menggigit sampai tulang, ratusan warga desa legoksari kecamatan Tlogomulyo nampak berkerumun di sebuah tanah lapang.
Mereka yang sebagian berpakaian adat khas petani Jawa sibuk membawa tumpeng, ingkung ayam dan bibit tembakau. Sebentar kemudian mereka berjajar rapi menuju ladang, warga desa Legoksari yang terkenal sebagai kampung mbako itu tengah menggelar ritual among tebal, sebuah upacara adat penanaman pertama bibit tembakau. Tradisi ini merupakan budaya turun temurun warga lereng Sumbing sejak zaman nenek moyang, sebagai perlambang nyawijine manungsa ( bersatunya manusia ) dengan alam, untuk mencapai harmoni dan keselarasan hidup.



Arak-arakan warga tersebut membawa ubo rampe berupa jenang abang putih, ingkung ayam Cemani, ayam Jawa, dan ayam Tulak. Ubo rampe dimaknai sebagai permohonan perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari segala mara bahaya, baik secara umum dan khususnya dalam pertanian.
Ritual dimulai dengan dengan pengambilan air di mata air Sendang Seringin, sebanyak satu kendi untuk menyiram bibit tembakau yang pertama kali ditanam, sedangkan ingkung ayam dan tumpeng serba hitam itu untuk menghormati Ki Ageng Makukuhan, tokoh masyarakat Kedu yang diyakini sebagai orang pertama yang menanam tembakau di lereng Sumbing.

Usai ritual Subakir Lurah Tlogomulyo memberikan wejangan kepada ratusan warganya, kemudian dilanjutkan do'a oleh Kaur Kesra yang diamini seluruh hadirin. Suasana hening menjadi riuh ketika segala ubo rampe seperti tumpeng dan ingkung dimakan bersama-sama, canda dan tawa mewarnai kebersamaan warga desa, bahkan diantaranya tak sungkan-sungkan makan secara kepungan satu pincuk daun pisang bersama, menandakan kehidupan yang rukun, gotong-royong dan saling menyayangi antar warga, begitu juga hubungan harmoni dengan alam.

Setelah keceriaan itu berlangsung hampir satu jam, tibalah acara utama, merekapun bergegas menuju ladang guna menanam bibit tembakau, Robi'in Kaur Kesra Tlogomulyo mendapat mandat menancapkan bibit tembakau yang pertama kali, kemudian diikuti  para petani, suasanapun makin meriah karena diantara pemuda desa menyalakan mercon dan kembang api.
Secara simbolis bibit yang ditanam berjumlah sebelas ( dalam bahasa jawa sewelas ), menurut Subakir sewelas mengandung filosofi kawelasan ( kemurahan hati ), artinya semoga Tuhan memberikan kemurahan, atas do'a dan munajat yang dipanjatkan kepadaNya.

Ditambahkan lagi oleh Subakir, bahwa selain among tebal ada lagi tradisi among tani ( masa mencangkul sebelum penanaman bibit ), kemudian pada bulan Juni-Juli nanti ada lagi upacara among petik ( memetik pertama daun tembakau ), dan terakhir adalah pesta panen raya, demikian tradisi turun temurun di Legoksari yang masyhur sebagai penghasil tembakau kelas wahid seperti Srintil yang harganya selangit itu.

Among Tebal adalah wiwitan tanam, harapannya mudah-mudahan tahun ini panenan berhasil baik, paling tidak seperti tahun kemarin, syukur lebih. Tahun kemarin hasil tembakau Srintil asal dusun Lamuk desa Legoksari dihargai Rp. 500 ribu per Kg, meskipun tidak bisa melampaui rekor tahun 2009 yaitu Rp. 850 ribu per Kg, namun petani sudah sangat bersyukur karena rata-rata hasil panen tahun kemarin cukup memuaskan. 

( dari Raditia Yoni Ariya " Suara Merdeka " Senin, 9 April 2012, dengan sedikit editing )