Thursday, October 6, 2011

Eksotika si Hitam Mulus


Suatu hari saya diajak makan siang oleh temanku di sebuah rumah makan cepat saji, teman saya itu memesan ayam bakar, sedangkan saya biar tidak dianggap menggunakan aji mumpung memilih telor dadar saja.
Lalu kami bermain tebak-tebakan klasik seperti yang sering kami lakukan pada masa kanak-kanak " dahulu mana ayam sama telor " tidak berapa lama tebakanpun terjawab, ternyata telor milik saya lebih dahulu tersaji, jadi lebih dulu telor dari pada ayam,  memang prosesnya lebih cepat menghidangkan telor dadar dari pada ayam bakar.

Tapi kali ini saya tidak ingin bercerita tentang ayam bakar, karena tanpa dibakarpun ayam ini sudah hitam legam, dan kalau dihidangkan dimeja makanpun tidak akan menarik,  mau menarik bagaimana wong penampilannya saja terkontaminasi warna hitam, sekedar tahu saja daging, darah dan tulang ayam ini berwarna hitam, hingga kalau dibuat opor maka kuahnyapun akan berwarna hitam, tidak akan mengundang selera, itulah yang khas dari " Ayam Kedu " hitam atau ayam cemani.
  


Ayam Cemani memang jarang dikonsumsi untuk kebutuhan kuliner tapi lebih banyak diburu oleh kolektor, atau orang-orang yang masih percaya takhayul untuk keperluan sebuah ritual tertentu, nah ! untuk orang-orang semacam ini kalau sedang butuh, mereka akan membayar berapapun untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan, bayangkan saja seandainya anda memiliki beberapa ekor ayam Cemani di kandang belakang rumah, lalu datang orang yang sedang ngebet  untuk mendapatkan ayam ini, sebaiknya anda bilang bahwa ayam Cemani yang anda miliki tinggal koleksi satu-satunya dan tidak akan dijual, maka orang yang ngebet itu pasti akan menawar harga berapapun asal anda mau melepaskan koleksinya, begitulah kira-kira peluang bisnis satwa langka ini.
Ada baiknya kita telusuri asal-usul si Hitam Mulus ini, memang ada beberapa versi yang beredar dalam masyarakat tentang asal muasal ayam khas Kedu, diantaranya adalah versi Makukuhan dan versi Tjokromihardjo.

Menurut versi Makukuhan ayam ini di bawa ke kerajaan Demak oleh Ki Ageng Makukuhan pada masa berakhirnya kerajaan Majapahit, lalu berkembang biak dan menyebar ke wilayah Kedu, Ki Ageng Makukuhan adalah seorang tokoh sesepuh masyarakat Kedu.
Versi Tjokromihardjo menyebutkan bahwa, pada tahun 1919 Pak Tjokro ini pernah mendapatkan pengetahuan dan kursus-kursus di bidang peternakan oleh Dr Douwes Dekker,  dan hasil korespondensi dengan ahli perunggasan Colorado yang bernama Mr Schelter, menurut Tjokromihardjo ayam Kedu adalah hasil persilangan ayam Inggris jenis " Dorking " yang dibawa oleh Rafles dengan ayam lokal dari daerah Dieng Jawa Tengah.
Pada tahun 1924 ayam ini telah dikenal dengan nama Ayam Hitam ketika Pak Tjokro mengikutsertakan dalam sebuah lomba di Pekan Raya Surabaya, dan tahun 1926 dalam Pekan Raya Semarang, di kedua event tersebut ayam hitam Pak Tjokro mendapat juara pertama.

Karena banyaknya ayam hitam dalam setiap lomba yang diikuti, untuk membedakan ayam hitam Pak Tjokro dengan ayam hitam dari peserta lain maka ayam Pak Tjokro diberi nama Ayam Kedu, sesuai dengan daerah asalnya ( Karesidenan Kedu ), maka sejak saat itulah ayam jenis ini dikenal dengan sebutan " Ayam Kedu "
Sampai saat ini ayam Kedu dikenal sebagai kelompok ayam dari berbagai ternak unggas yang berkembang di daerah Kedu Kabupaten Temanggung Jawa Tengah.
Sebenarnya ayam Kedu  ada beberapa variasi warna bulunya, diantaranya putih, blorok, wido, merah dan hitam dengan sedikit warna merah di leher dan punggung serta hitam mulus, namun para peternak lebih banyak mengembang yang warna hitam mulus, karena lebih khas, unik dan tidak terdapat di daerah lain.

Ayam Kedu berwarna hitam mulus banyak disebut sebagai ayam cemani, warna hitam ayam cemani tidak hanya pada bulunya saja, tapi juga pada jengger ( pial ), kulit muka,  mata, paruh, cakar, kuku, rongga mulut sampai pada cloaca ( anus ), bahkan tulang dan darahnyapun kehitam-hitaman.

Ciri-ciri Ayam Kedu:
- Bentuk kepala bulat
- Pial berwarna hitam atau merah
- Mata hitam bundar seperti bola
- Kaki dan leher pendek
- Kulit putih atau hitam
- Bentuk badan besar kompak,        seperti ketupat.



Karakteristik Ayam Kedu:
Ayam jantan dewasa bisa mencapai berat 4 Kg sedangkan yang betina 3 Kg, ayam Kedu betina bertelur pada umur 5 bulan dengan berat rata-rata 50 sampai 60 gram denga produksi rata 25 tiap periode.
Ayam Kedu termasuk pada satwa langka, maka kalau tidak dibudidayakan dan dilindungi akan punah, padahal cara pemeliharaannya sangat mudah, seperti halnya memelihara ayam kampung, cukup dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari, cukup sederhana bukan.
Kalau anda berminat melestarikan si Hitam Mulus yang Eksotik ini datanglah ke Kedu, letaknya kira-kira 7 Km dari kota Temanggung menuju ke arah Parakan atau Wonosobo. Jawa Tengah.