Taman Puisi


Taman memang identik dengan keindahan,  embun pagi yang jatuh dari dari dedaunan, semerbak aroma mewangi bunga-bunga yang mekar, keteduhan, kesejukan bisa menginspirasi kita.
Taman asyik untuk memadu kasih bagi yang sedang dimabuk cinta, tempat merenung, tempat curhat, melepaskan beban dan segala macam problema.
Taman Puisi adalah media ekspresi jiwa, curahan emosi, intuisi bahkan utopia terlukis dalam keindahan kata-kata, ungkapan kata hati dalam coretan pena. 
Taman Puisi ini adalah sebagian dari catatan perjalanan penulis dalam setiap persinggahan beberapa kota, pada kurun waktu 1975 sampai dengan 1985, yang terangkum dalam kumpulan sajak-sajak cinta "Smaradahana", dan sajak-sajak lepas, semoga bisa menginspirasi.








  TAMAN  HATI

ada seribu bunga
selaksa senyum
dan sejuta hati
dengan pesona
mewangi
pada setiap kelopak

tapi aku
hanya memiliki
sebuah hati
dan sejuta keinginan
untuk menyayangi
pada setiap kuntum bunga

bukannya aku
ingin membagi hatiku
apalagi cintaku
karena aku hanya
memiliki satu cinta
untuk menyayangi semuanya


temanggung, 16 Juli 2012


 
TERKADANG CURHATKU

sering kubiarkan kamu
karena kamu
sering membiarkan aku

kamu selalu inginkan perhatianku
padahal kamu
tak pernah memperhatikan aku

kuberikan arti sahabat dengan sapaku
di setiap kehadiranmu
tapi kamu tak bersahabat dengan kehadiranku

bagaimana aku tak ingin membuatmu kecewa
kalau kamu selalu saja
tak henti membuatku kecewa atas hadirku

sayang juga aku mengatakan
semua itu kepadamu
karena sesungguhnya aku sayang kamu


temanggung, 18 Juli 2012

 




DEWI SETYAWATI DI PADANG KURUKSETRA
( sebuah kisah kesetiaan seorang perempuan )

Senja memerah di cakrawala
semerah api yang mengobarkan Bharatayuda
semerah darah Bharata yang tertumpah di Kuruksetra
Dewi Setyawati menanti Prabu Salya tak kunjung tiba
bertanya setiap prajurit yang pulang terluka
menghitung kuda yang berlari tak bertuan
tiada jua mendapatkan jawaban

Dalam keremangan di  rembang petang
Sang Dewi menuju Padang Kuruksetra
tertatih di tengah licinnya darah tertumpah
kainnya terkoyak-koyak pucuk tombak
betis indahnya terobek-rober  ujung pedang
sementara di bebukitan serigala-serigala menyalak
pertanda pesta segera tiba

Tiada yang dapat menyurutkan hati Sang Dewi
meski bahaya siap menerkam
tubuhnya letih hatinya perih
mencari sang kekasih diantara ribuan jasat tak bernyawa
bulan sabit temaram menjadi saksi
keteguhan sang permaisuri

Seberkas sinar bulan memantulkan sekilas wajah rupawan
Dewi Setyawati sangat mengenalinya sang ksatria
mengenali setiap lekuk  tubuh meski terbalut baju jirah
mengenali  bau harum tubuh meski tersimbah anyir darah
Dewi Setyawati meletakkan musthaka Prabu Salya di pangkuannya
dan air matapun tertumpah di wajah sang kekasih

Duh…Paduka…Paduka …tambatan hati Dinda
Paduka telah berikan derajat dan kemulyaan
Paduka telah berikan mas picis raja brana
Paduka telah berikan cinta dengan segenap jiwa
namun cinta Paduka pada Ibu Pertiwi
tak menghalangi  Paduka ke medan Bharatayuda
Paduka ksatria telah buktikan sumpah prasetya
Paduka telah buktikan baktinya sebagai bhayangkara
begitu jua tiada lagi yang mampu menghalangi
untuk buktikan bakti  dan prasetyaku  ini kepada Paduka

Dewi Setyawati menghunus keris dari pinggang Prabu Salya
menghujamkan tepat ke hatinya
tempat cinta sucinya bersemayam
Sang Dewi tersungkur jatuh memeluk Sang Ksatria
bulan  bintang meredupkan sinarnya dan anginpun terhenti
segenap satwa malam tak bersuara
dari kahyangan para dewa menaburkan bunga semerbak wangi
menghormat cinta dan kesetian seorang putri
cinta Dewi Setyawati kepada Prabu Salya

Temanggung, 01 Mei 2012








                                                                            


DIALOG

Coba bayangkan,
mungkinkah akan menyatu,
dua perbedaan
antara cinta dan rindu.


Coba kita kaji,
apakah akan berbeda,
sikap kita,
bila dua perbedaan itu menyatu,
meski realita ini,
kita menginginkan sama.


Coba kita pikir,
barangkali kita gagap,
menghadapi persoalan kita,
bahwa sesungguhnya,
kita telah sehati,


Cobal kita selesaikan,
masalah kita,
ketika kau menikam rindu padaku,
dan aku membalasmu dengan cinta,
tapi kau masih tak mengerti,
bahwa itu tak adil.


Coba kita simpulkan,
barangkali kita perlu advokasi ,
dalam pengadilan cinta,
agar cinta kita tidak terpenjara.
Semarang, 09 Januari 1977
                         ( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )




             YANG PERTAMAKU

Ketika cinta
pertama,
datang melintas
di jembatan bambu itu,
maaf,
aku tengah terpesona
oleh tatapanmu
sepasang mata indah
yang menusuk jantungku
mati suri.

Ketika cinta
jatuh
aku baru terjaga
kaukah kuntum mawar
dari atas bukit itu
yang menggoda setiap
mimpiku
kini kau mekar
dalam rindu
titik embun

Semarang, Februari 1975
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )



             BERJALAN DENGANMU

Tak kuduga tiba-tiba saja
kau hadir di depan sekolahku
saat aku terkejut
dengan kehadiranmu itu,

kuraih sepedaku
tanpa sadar menghampirimu
di sepanjang jalan itu
aku berjalan  mensejajarimu,

dan riap rambutmu yang harum
seperti bunga-bunga kecil
pohon akasia yang memayungi
perjalanan kita,

entah kenapa
moment yang indah itu
menjadi tak efisien bagiku
karena aku gagu,
( tak tahu apa yang harus kukatakan )

yang ku ingat hanya
kita menyusuri
jalan Mugas, jalan Pahlawan, jalan Kusumawardani dan jalan Sriwijaya
ingatkah kau Nona S.
( jalan itu pernah menautkan kita )
Semarang,  awal Mei 1976 
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )




       
           
        MAWAR GADISKU  I 
               
Mentari bersinar
Mawarpun mekar
                               
Embunmu berseri
Di pagi hari
                      
Manis senyummu
 Semanis madumu

Hatiku tergetar
Terpesona senyum, mawarku

Semarang, medio April 1976
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )



             MAWAR GADISKU  II

Bunga mawar di taman hatiku
Kini mekar dalam aliran rindumu
                               
Setitik embun mengusap jiwa sepi
Dengan kehadiran cintamu
                      
Kau hadir terlalu pagi bagiku
Tapi aku tak kuasa menolak takdir

Inikah bidadari penghias mimpiku
Setangkai mawar yang terlampau indah bagiku

Semarang, 11 Juli 1976 
(Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )      



         SMARADAHANA

Proloog:
Kasih,

berawal dari sini
ketika detik detik menikamkan sepi
di jantung malam,
aku tergolek tanpa makna
dalam mimpi-mimpi resah
dibunuh rasa tak menentu
dan kekakacuan sebuah angan-angan.

Naloog:
Kasih,
tiba-tiba saja kau hadir
membawa mimpi-mimpi indah                    
seperti sebuah lukisan sang maestro
Kasih,
kau adalah untaian makna khayalan
betapa indah dirimu,
rambutmu,
bulu matamu,
bibirmu,
dagumu,
wajahmu,
dan
pribadimu,
yang menggetarkan lagi hidupku dalam sejuta cita-cinta



Kasih,
Sejujurnya nya aku ingin tinggal di hatimu
untuk seluruh waktu yang kumiliki
merangkai hari-hari penuh pelangi.

Kasih,
kau adalah desiran simpony yang indah
betapa cantik dirimu,
riap rambutmu,
sinar matamu,
senyummu,
suaramu,
lenggangmu,
dan
nyanyianmu,
menghangatkan lagi kedinginan sejuta malam yang menggigil.

Kasih,
aku ingin kau ucapkan satu kata
aku cinta padamu,
untuk sebuah hati yang kumiliki,
agar mewarnai langit dan laut biru
dan
indahnya percikan ombak
ketika pagi memerah di cakrawala

Kasih,
mari kita arungi kisah ini
dengan biduk cinta yang kita buat bersama
bukan hanya dengan ungkapan puisi saja
tapi dengan realita.


Epiloog:
Kasih,
bunga-bunga mimpi adalah hasrat
yang berbuah rindu
dan permulaan cita-cinta
yang memanjang menyusuri hari
yang berjalan ke depan,
dalam sebuah beningnya nuansa indah
setiap langkah hidupku.

Parakan, 10 Juni 1983
 ( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )


                                      
    
           SAJAK MAWAR MERAH

mawar
merah
rekah

langit
biru
laut

mawar merah di langit
biru laut anganku
menyaput pedut
menepis gerimis di mataku

mawar merekah di anganku
biru laut hatiku
menyiram renjana
melagukan kidung smaradhana

dan
kidung cinta
yang kini sumbang
seiring kepergianmu

Temanggung, 11 Desember 1984
 ( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )


        SESUDAH ITU
                            
Sesudah itu kita tulis lagi, sayang
lanjutan kemarin
ketika kubenci dirimu
dan sekarang cintaku jatuh lagi
di matamu
di bibirmu
dan..........
                     
Sesudah itu kita buka lagi, sayang
lanjutan kemarin
ketika kubenci dirimu
dan sekarang renjanaku jatuh lagi
di kerlingmu
di senyummu
dan..........
      
Sesudah itu kita tutup lagi, sayang
lanjutan kemarin
ketika kubenci dirmu
dan sekarang hatiku jatuh lagi
di lirikmu
di rayumu
dan .........

Kita titik
dengan petikan guitar



Semarang ,  1977

 ( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )



     SELAMAT MALAM SURABAYA

Diatas punggungmu
dengan nafas
tanpa debu dan deru
hanya musik blues
yang mengiringi perjalananku        

Masuk kota Surabaya
seekor ikan dan buaya
tersalib seperti Yesus
di tengah jalan
menyambutku dingin
                 
Aku turun dari alat transportku
setelah pantatku panas
sempat mandi malam dalam steambath kabut
selamat malam Surabaya
aku rasa sudah tidak sepanas 10 November masa lalu

Sayup lonceng gereja
berdentang dua belas kali
dengan sepatu jungle kuselusuri
sepanjang jalan Darmo
tanpa kompas dan navigasi

Tiba-tiba aku inginkan teropong
untuk  melihat mimpiku
karena
rindu ini masih  tertinggal di Semarang
dalam lelap tidur kasihku.

Surabaya, 8 Agustus 1977 

 ( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno ) 








KESEPIAN

sepi
sepi
bila bunga-bunga gugur
tidak mekar lagi
kemudian kutemukan layu
( tiada ada lagi semilirnya angin semerbak dengan bau harum rambutmu )

sepi
sepi
lebih sepi lagi
sebab bunga cintakupun hancur
tiada sekuntum mawar merah di indahnya senyummu
 ( tiada ada lagi kudengar senandung  lembut dari merah bibirmu)

sepi
sepi
makin sepi saja
sekarang tak pernah kulihat lagi
dan semakin tak berbekas saja kenanganmu
( tiada ada lagi kutemukan langkah gemulaimu di seluruh jalan kotamu )


Parakan, 01 April 1978
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )


      SILUET RINDU

Kulukis dari setiap sepi ke sepi
saat  ku lelap, aku meletakkan bayangan wajahmu
  pada sebuah figura

Kuukir dari setiap masa ke masa
saat yang paling dingin dari seluruh hidupku
aku menangkap senyummu dalam illusiku
dan kau meloncat-loncat seperti anak kijang
dalam siluetku

Aku hanya bisa melakonkan teater cinta picisan
saat aku berperan sebagai Romeo
dan harus terbunuh ketika aku meninggalkanmu
aku tak tahan akan terbunuh sekali lagi
karena tatapanmu itu begitu melelapkan
aku tak mau melepaskanmu lagi

Ah, sayang kita tak pernah bisa bercerita lagi
sebab kau lenyap
seperti jarak yang semakin kabur
antara kotaku dan kotamu

Parakan,  1979
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )


DEVIASI CINTAKU


begitu banyak aku memandangmu
hampir tak pernah sisa
di lingkaran optik titik apiku
kutangkap wujudmu lalu lenyap

kau hanya tebaran cahaya
warna warni dalam angan
atau lukisan rinduku
kamu melayang seperti pelangi
membias di kaca pandangku
memantulkan asa
dan larut dalam harapku

kau hanya tebaran cahaya
warna warni dalam angan
atau lukisan rinduku
terpana kau buat aku

Yogya, 10 Oktober 1980
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )


       MONOLOG

Hai !
Sapa siapa
Malam-malam begini mengusik sepiku

Hai !
Sepi siapa
Malam-malam begini menyentuh rinduku

Hai !
Rindu siapa
Malam-malam begini menyeret langkahku

Hai !
Langkah siapa
Malam-malam begini merajuk cintaku

Temanggung,  1981
        ( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )




       DI SENDANG SIKUCING

Basah kakiku
basah kakimu
dijilati tepian ombak

Basah rinduku
basah rindumu
ditelan gelombang cinta kita

Lalu kudekap kamu erat-erat

Hangat cintamu
hangat cintaku
biarlah kita bersama

Dihempas ombak  cinta kita


Weleri, 13 Februari 1982
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )




       L U R U H

Dan...
ternyata kau bukan inspirasiku
 sekarang
angan-anganku seperti balon-balon yang kehabisan gas
tak mampu terbang lagi
hasrat dan citaku telah menjadi bumerang
yang tak mengenai sasaran
lalu kembali menyerangku
melukaiku
sebab aku tak mampu menghindar
kakiku telah lelah untuk berlari

Ada...
yang membuat berat langkahku
sekarang
kenangan purba yang bergelayut setiap lukaku
tak mampu terlepas lagi
hasrat dan citaku telah luruh
dalam tiap jengkal perjalanan
yang ingin kuberhenti
melukaiku
sebab aku tak mampu menghindar
kakiku telah lelah untuk berlari lagi

Curug Sewu, 08 Agustus 1982
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )




         S K E T S A   I

Kubaca rasaku
dalam sunyi
 nyeri

Kubaca rinduku
dalam diam
gulana

Kubaca cintaku
dalam rindu
 ya Allah, aku tak mampu lagi menafsirkannya

Parakan, 21 April 1984
 ( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )
         

         S K E T S A   II

Ya Allah,
setiap kali hati ini
digigit rindu

ah ! tidak

disengat cinta
tanpa pernah kumengerti apa sebab
dan penyebabnya

ampuni aku ya Allah 

Temanggung, 03 Mei 1984
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )

DETIK-DETIK

Detik-detik berdetak
merayapi ruang waktu
detak-detak jantung berderap
long mars
menyusuri perjalanan nasib
yang juntrung


Temanggung, 10 Oktober 1984
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )


          SAJAK  KESATU

Tiada kisah
yang tiada dinamika
dan tiada romantika
karena semua
adalah bagian dari peran
dan konsekwensi logis
dari sebuah perjalanan
akupun ikhlas dalam luka
sumpah ! 


          SAJAK  KEDUA

Setiap perjalanan
tentu banyak peran
dan banyak kisah
untuk menoreh memory
dalam jurnal perjalanan
dan akupun ikhlas menjalani
segenap peran suka dan duka
aku yakin inilah takdirku
sungguh !

Temanggung,  1985

( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )





CATATAN  KAKI


Setelah jutaan tapak membekas
di setiap langkahku
dan jutaan kilometer memanjang
di setiap perjalanan
aku terhenti di peron
sekedar menghitung perjalanan



Setelah ribuan kali matahari berganti
di setiap esokku
dan ribuan lembar penanggalan terlepas
di setiap waktuku
aku terhenti di shelter
sekedar merenungi hari yang terbuang

Setelah ratusan kali mata memandang
di setiap lakuku
dan ratusan kali kutebarkan pesona
di setiap pintu hati
aku terhenti di halte
sekedar mengevaluasi energi yang hilang

Setelah  puluhan kali tertambat
di setiap hati
setelah puluhan kali berhenti
di setiap cinta
aku rindu kembali lagi
pada cinta pertama yang kutinggalkan 

Temanggung,  1985 
 ( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )


INTROSPEKSI DIRI


memang sudah kelewatan waktu yang kulewati
memang sudah terlampau jauh  jalan yang ku lampaui
kiranya aku terlalu kelewat batas yang seharusnya
betapa selama ini aku tanpa arah
dan,
memang harusnya aku menghitung lagi waktu yang terlewat
memang harusnya  aku  menelusuri lagi jalan yang terlampaui
sekedar napak tilas kenangan yang tak semestinya
betapa selama ini aku merugi
dan,
memang saatnya aku belajar dari waktu yang terlewat
memang saatnya aku mencatat perjalanan yang lampau
agar aku dapat mengukur seberapa jauh
segala yang telah kuperoleh
dan,
memang aku tak pernah mengerti
memang aku telah terpedaya
karena harusnya aku berkaca diri
betapa aku tiada bisa mengukur segala nikmat yang Kau beri
ampuni aku.

Temanggung , malam terakhir 1985
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )

        

        AKHIR EPISODE

Ya Allah,
kini aku tahu
bahwa derita dan luka
yang melekat pada roda kehidupan
hanyalah sebuah proses
pendewasaan diriku

Ya Allah,
kini aku mengerti
bahwa badai dan terpaan
yang terbawa dalam perjalanan
telah memperkaya bathinku
untuk membuatku bertahan

Ya Allah,
kini aku sadari
bahwa telah Kau berikan
sebaik-baiknya pemberian kepadaku
kekayaan bathin yang berlebih
dari pada kepada yang lain

Ya Allah,
kini  aku paham
betapa telah kau hadirkan padaku
sebuah realita yang teramat  indah
melebihi fenomena yang kubayangkan
untuk mengisi sisa-sisa harapanku

Temanggung, akhir  Desember 1985
( Cukilan: Smaradahana /Kumpulan sajak-sajak cinta kurun waktu 1975 -1985 /arcom sukarno )