Sebuah prasasti ditulis dengan huruf Kanji dalam bahasa Jepang berbunyi " Wampo Daiwa Daigetzu " yang artinya Seluruh Dunia Sekeluarga ini mempunyai kisah tersendiri.
Kisah yang tak lepas dari kepahlawanan seorang Bambang Soegeng, beliau adalah seorang prajurit TNI dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal, pernah memimpin pasukannya di Temanggung saat Agresi Militer I ( 1947 ) dan Agresi Militer II ( 1949 ).
Bambang Soegeng adalah bekas Dai Danco Peta, pada September 1945 merintis pembentukan Badan Keamanan Rakyat ( BKR ) di Temanggung dengan kekuatan satu setengah kompi, sedangkan anggota-anggotanya adalah bekas anggota Peta, Heiho dan KNIL.
Dalam setiap pertempuran pasukan Bambang Soegeng adalah prajurit yang gagah berani melawan gempuran penjajah, meskipun dari beberapa pertempuran di alur Sungai Progo Bambang Soegeng telah kehilangan sekitar 3.500 orang putra terbaik bangsa, sebagian dibantai Belanda di atas jembatan Progo, namun tak pernah tak pernah membuat kecil hati seorang Bambang Soegeng untuk mempertahankan kemerdekaan RI.
Sebuah puisi yang ditulisnya berbunyi: ” Aku tak ketjewa....., aku rela......, mati untuk tjita2, sutji nan mulia, indonesia merdeka, adil, makmur, bahagia ” sampai sekarang masih terukir di Monumen Progo sebagai kenangan atas peristiwa itu.
Sebelum bertempur melawan Belanda, Bambang Soegeng telah menghadapi perlawanan Jepang, sebagai Komandan Resimen BKR dibantu bekas So Dan Cho Soejoto dan Bupati Temanggung Sutikwo serta Kepolisian dan AMRI Bambang Soegeng berhasil melucuti tentara Jepang dibawah pimpinan Yamakawa, banyak tentara Jepang yang menjadi tawanan Bambang Soegeng.
Ada kesan yang mendalam bagi para tawanan Jepang tersebut, karena mereka mendapat perlakuan sangat baik dari Bambang Soegeng, sehingga para tawanan Jepang mengukir secara mendalam kesan itu dalam sebuah prasasti Wampo Daiwa Daigetzu " Seloeroeh Doenia Sekeloearga " 1877.