Pada acara The 14th Merapi and Borobudur Seniors Amateur Golf Tournament Competiting The Hamengku Buwono X Cup di Kota Magelang yang baru lalu, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengatakan bahwa kesenian Jaran Kepang ( Kuda Lumping ) paling jelek di dunia.
Ucapan Bibit Waluyo itu terus menuai kecaman dari berbagai pihak, baik dari para Pelaku Seni, Pemerhati Seni serta Para Tokoh Masyarakat. Tidak ketinggalan para seniman dan seniwati dari lereng Sumbing - Sindoro Temanggung, Sabtu ( 15/9/2012 ) menggelar unjuk rasa keprihatinan atas statement orang nomor satu di Jawa Tengah itu, sungguh sangat disesalkan.
Sebagai seorang pemimpin seharusnya memberikan bombongan, dukungan spirituil, dorongan semangat ketika mendapati karya atau kreasi warganya tengah tidak seperti yang diharapkan, agar karya mereka lebih baik di masa mendatang. Apabila ada kekurangan dalam suatu karya, bukankah mereka juga warga binaannya, seharusnya berikan pembinaan, dukungan finansial bila perlu, agar kekurangannya tertutupi, keberhasilan warganya kan juga kebanggan Sang Pemimpin.
Sebagai seorang pemimpin seharusnya memberikan bombongan, dukungan spirituil, dorongan semangat ketika mendapati karya atau kreasi warganya tengah tidak seperti yang diharapkan, agar karya mereka lebih baik di masa mendatang. Apabila ada kekurangan dalam suatu karya, bukankah mereka juga warga binaannya, seharusnya berikan pembinaan, dukungan finansial bila perlu, agar kekurangannya tertutupi, keberhasilan warganya kan juga kebanggan Sang Pemimpin.
Setelah para seniman Solo, Yogya, Magelang, Purworejo, kini warga kota tembakau Temanggung bereaksi atas ucapan ketus Sang Gubernur. Didik pelaku seni sekaligus pemimpin Sanggar Seni Pareanom, menganalisis pernyataan dalam dua katagori, menurutnya, jika Bibit Waluyo menilai secara utuh bahwa Kuda Lumping itu jelek, dia sangat menyayangkan, namun kalau sebatas mengkritisi penampilan suatu kelompok kesenian agar berpenampilan lebih baik itu masih bisa ditolelir.
" Harus dilihat dulu secara utuh apa maksud Pak Bibit berbicara seperti itu, kalau dia menganggap semua kesenian kuda lumping itu kesenian paling jelek se dunia itu tidak tepat, jadi bisa dimengerti kalau para pelaku seni tersinggung " kata Didik.
Kesenian kuda lumping atau jaran kepang ( bhs Jawa ) adalah kesenian warisan budaya dari nenek moyang, yang menggambarkan prajurit berkuda, divisualkan dengan gerakan tari menunggang kuda tiruan dari anyaman bambu, dengan iringan musik etnik, bahkan sekarang telah muncul kreasi-kreasi baru yang mewarnainya. Kesenian ini sampai sekarang masih sangat disukai masyarakat, terbukti dengan setiap ada perayaan hari besar selalu mendapat tanggapan untuk bermain, dan mengundang banyak orang untuk datang melihat. Bahkan tidak sedikit orang mancanegara yang terkagum-kagum melihat atraksi dari kesenian ini, merekapun mengatakan The best art in the world.
Sejarah kuda lumping memang masih menjadi misteri, dari mana kesenian ini berasal, dan siapa yang menciptakan. Koreografi dan latar belakang cerita pun terdapat banyak versi, ada yang menggambarkan prajurit berkuda kerajaan Mojopahit, cerita Panji Semirang atau Joko Kembang Kuning, dan masih banyak lagi. Biasanya erat kaitannya dengan cerita sejarah lokal. Namun apapun itu yang jelas kesenian Kuda Lumping patut dilestarikan sebagai warisan budaya yang adiluhung. Jangan sampai kita baru tersadar untuk nguri-uri kesenian ini setelah negara lain mengklaim sebagai kesenian milik mereka.
Sangat beralasan kalau orang Temanggung bereaksi keras atas ucapan Bibit Waluyo ini, karena Temanggung adalah gudangnya kuda lumping, data yang tercatat pada Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Olah Raga Kabupaten Temanggung, jumlah kesenian kuda lumping di wilayah Temanggung sekitar 700 kelompok, yang tersebar di 20 kecamatan. Ibaratnya Temanggung adalah buminya kuda lumping, kesenian ini boleh dikatakan telah mbalung-sungsum ( mendarah-daging ) bagi Wong Temanggung.
Memang Bibit Waluyo telah mengklarifikasi ucapannya, bahwa yang dianggap jelek adalah penampilan kelompok kesenian yang tengah mengisi acara pada kesempatan itu, karena perangkatnya yang kurang baik dan ditali rafia, yang disayangkan adalah ucapan itu terlontar di depan khalayak ramai, juga disaksikan masyarakat manca-negara, inilah yang menyiutkan hati kelompok penampil, merasa dilecehkan. Lebih-lebih Bibit Waluyo menolak meminta maaf kepada masyarakat Magelang seperti yang dituntut Komunitas Anak Merapi, lalu kemanakah figur pemimpin yang mengayomi dan mencintai rakyatnya itu. Wallahu a'lam.