Sunday, September 9, 2012

Sebuah Cerita dari Negeri Tembakau ( part 2 )



Siang yang panas di NEGERI TEMBAKAU, cuaca yang sangat disenangi warga di lereng gunung Sindoro desa Mbah Merto berada, pasalnya alamat jemuran tembakaunya bakal kering dengan baik. Sementara itu daun tembakau yang baru dipetik dari ladang mulai pagi tadi telah digulung dan diletakkan di pemeraman. Rencananya nanti malam akan ngrajang lagi tembakau yang telah menguning hasil petikan sebelumnya.
Dalam usia sepuh tampak Mbah Merto masih semangat, membantu kerja anak-anaknya membalik rigen jemuran tembakau, lalu kembali berteduh di teras rumah, sekali lagi ia menyulut rokok Ting-We ( nglinTing deWe = melinting sendiri )  yang selalu menemani sepanjang hidupnya.

Ketika para petani ramai-ramai ke Jakarta untuk unjuk rasa menentang RPP Tembakau yang baru lalu, iapun tak ketinggalan ikut serta, ada keresahan yang amat sangat apabila RPP itu disyahkan. Terbayang olehnya para petani tembakau akan kehilangan penghasilan, bagaimana tidak tanaman tembakau ini sejak bibit hingga menjadi rokok telah melibatkan jutaan tenaga kerja yang memperoleh kehidupan, memang bisa petani beralih ke tanaman lain, namun tidak akan sehebat pengaruhnya seperti bertani  tembakau.


Bertolak dengan pikiran seorang petani macam Mbah Merto, Wakil Menteri Kesehatan Prof. Ali Gufron Mukti, membantah RPP Tembakau berdampak petani akan kehilangan lapangan pekerjaan.
 “Saya kira tidak begitu, kalau RPP inikan tentang pengendalian tembakau, bukan larangan menanam atau memproduksi, ini tujuannya kan untuk generasi muda, untuk melindungi anak-anak, atau untuk Ibu yang sedang hamil,” kata Gufron,  Selasa (3/7/2012) malam.
Menurutnya hal ini berkaitan dengan bahaya dari rokok itu sendiri. Ia mengatakan salah satu bentuk pengendaliannya adalah dengan pemuatan gambar tentang bahaya rokok, pada setiap bungkus rokok.
“Sederhananya kan ini hanya mengatur, mengendalikan. Bentuknya adalah pemuatan 50 persen gambar tentang bahaya rokok pada bungkus rokok,” terang Gufron.

Okeylah ini tentang bahaya terhadap kesehatan, rakyat Indonesia tak seluruhnya bodoh, tidak bisa digeneralisir, orang yang sadar akan kesehatan tentu tidak akan merokok. Mau sehat atau tidak adalah hak pilihan individu, yang perlu diatur adalah batasan usia boleh merokok, pengaturan tempat-tempat larangan merokok dan sebagainya, sehingga tidak menganggu orang lain yang tidak punya kepentingan dengan rokok.
Sementara itu, hal berbeda diungkapkan, Agus Setiawan, Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah, Ia mengatakan jika RPP Tembakau disahkan, ini akan berakibat jutaan petani tembakau yang tersebar di enam propinsi yakni Jawa Barat, DIY, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan NTB kehilangan lapangan pekerjaan.
“Kalau Berdasarkan data dari Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK), jika RPP ini disahkan maka ada jutaan orang akan mengganggur. Ini jumlah yang berkaiatan dengan industri tembakau, cengkeh, dan rempah-rempah lain bumbu rokok kretek, dari hulu hingga hilir di seluruh Indonesia. Kalau petani tembakau sendiri jumlahnya ada 2,1 juta di seluruh Indonesia,” ujar Agus.
Menurutnya, jumlah buruh yang bekerja diperusahaan rokok, banyak yang menggantungkan penghasilan dari usaha yang berkaitan dengan tembakau.
“Indonesia punya buruh rokok, buruh tembakau, jadi semua punya kepentingan dan kaitannya. Apalagi mereka itu kaitannya langsung dengan masalah perut (lapangan pekerjaan), ada buruh tani tembakau, buruh cengkeh, pekerja rajang, kuli angkut, awak angkutan tembakau , buruh gudang, buruh pabrik rokok, pengecer dan masih banyak lagi ” terang Agus

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau dinilai merugikan petani dan telah melenceng dari niat awal, yaitu untuk menjaga kesehatan warga.
Koordinator Koalisi Nasional Penyelamat Kretek, Zulvan Kurniawan menilai, RPP Tembakau tersebut adalah peraturan untuk mengendalikan  tembakau dalam tata niaga. " Terutama tembakau hasil petani Indonesia, diatur sedemikian rupa untuk dilumpuhkan " kata Zulvan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis 2 Agustus 2012
Dia menjelaskan dalam Pasal 10, 11 dan 12 tentang standarisasi produk merupakan pintu masuk tembakau impor dan rokok impor di Indonesia, ada sebuah konspirasi asing. " Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa produk tembakau mesti melakukan pengujian kandungan kadar nikotin dan tar " katanya
Dia mengatakan dalam peraturan internasional kadar nikotin dan tar yang ditetapkan adalah 1 mg nikotin dan 10 mg tar. Sementara itu, produk-produk tembakau di Indonesia tidak pernah mencapai kadar nikotin 1 mg. " Minimal tembakau Indonesia paling rendah bisa diolah mencapai 3-4 mg. Kandungan nikotin 1 mg hanya bisa dicapai oleh tembakau dari Amerika " jadi sangat jelas RPP ini untuk kepentingan siapa.
Dia menegaskan, petani tembakau Indonesia akan menganggur dan terancam kehidupannya karena tembakau mereka tidak akan bisa diolah hingga kadar nikotin 1 mg. “Fakta itu jelas, bahwa RPP tembakau ini sebetulnya ada permainan bisnis global. Terutama bisnis nikotin tembakau asing dan perusahaan farmasi asing.”
Zulvan juga mengatakan, RPP tersebut merupakan upaya untuk melakukan diversifikasi tanaman tembakau selain untuk rokok yakni untuk pestisida, obat bius, produk kosmetik dan industri farmasi


Memang seorang Mbah Merto tak membayangkan kalau sesungguhnya di balik  RPP Tembakau ini, ada kepentingan bisnis global yang menekan pemerintah kita, masalahnya kemanakah kedaulatan negeri ini meletakkan kehormatannya, apa yang terjadi di balik semua itu, kepentingan politik, atau kepentingan pribadi para pejabat yang akan meraup keuntungan dari negara asing.
Tidakkah ada kekhawatiran kekayan warisan budaya khas Indonesia yang bernama KRETEK, akan dilindas oleh budaya asing yang bernama ROKOK PUTIH (virginia) produk import. Kalau sudah begitu petani tembakau asinglah yang mendapat penghidupan, sedangkan petani bangsa ini dibiarkan mati.
Apa bedanya setelah rokok kretek ini hilang, lalu tiba-tiba Indonesia dibanjiri rokok import, lalu kemana sebenarnya arah Peraturan Kesehatan itu ditujukan. Tentu saja Mbah Merto tak bisa menjawab.