Sebagai negara agraris dengan potensi alam yang
subur, tongkat kayu dan batupun jadi tanaman di sepanjang gugusan kepulauan
dari Sabang sampai Merauke, mestinya hal ini bisa memakmurkan rakyatnya yang
mayoritas petani. Namun alih-alih makmur, kenyataannya para petani di negeri
ini justru menjadi pelengkap penderita, dari permainan bisnis kaum kapitalis.
Tak jauh beda yang terjadi di daerah Temanggung,
70% dari 750 ribu penduduknya berprofesi sebagai petani, dan tembakau adalah
salah satu komoditas andalannya.
Lereng gunung Sumbing, Sindoro dan Prahu adalah
lahan subur yang bisa menghasilkan tembakau memiliki kualitas terbaik kelas
dunia, namun apakah dengan demikian telah membuat para petani penghasil
tembakau menjadi sejahtera, jawabannya No Way, tidak semuanya atau selamanya
demikian.
Bisnis tembakau adalah bisnis panas dan selalu
dalam lingkaran setan para mafia, begitulah realita yang sebenarnya terjadi,
jadi cukup masuk akal juga kalau setiap musim panen yang seharusnya menjadi
pesta kaum petani, justru sebaliknya, para tengkulaklah yang berpesta meraup
keuntungan besar. Bisnis tembakau di Temanggung memang paling aneh di dunia,
bagaimana tidak, dalam transaksi mestinya petani penjuallah yang seharusnya
menentukan harga tembakau dagangannya, tapi yang terjadi harga tembakau harus
mau menurut pada ketentuan dan selera pembelinya. Potongan pengurangan
timbangan oleh para tengkulak dengan alasan tertentu juga membuat semakin
susahnya petani tembakau.
Tahun 2012 ini tembakau dari petani dihargai
rendah, tidak dapat untuk menutup biaya produksi, apalagi untuk meraup
keuntungan. Tambah lagi pabrikan menyetop pembelian secara mendadak pada
Agustus lalu.
Sejak awal hingga pertengahan panen tahun ini,
petani harus puas dengan kekecewaan, karena pabrikan memberikan harga terlampau
rendah, jika panen raya tahun 2011 lalu harga tembakau Temanggung meningkat
mulai puluhan ribu hingga akhir panen di angka Rp. 300 ribu per Kg, kini sebaliknya
harga melorot turun, pada awal panen pada kisaran Rp. 25 ribu – Rp. 30 ribu,
dan tertinggi mencapai Rp. 95 ribu – Rp. 100 ribu, di bulan Oktober malah
menurun Rp. 17,50 ribu tertinggi Rp.25 ribu. Namun menurut Hong Tjoen pemilik
OKT rekanan PT Djarum, sebenarnya harga tahun ini normal, setara dengan tahun
2009 saat harga sedang baik, dia malah berpendapat bahwa harga tahun 2011 yang
naik secara tidak wajar.
Beberapa friksipun muncul, ada anggapan rendahnya
harga disebabkan permainan nakal para grader, ada pula yang menuduh pabrikan
bermain-main dengan harga, dan ada pula analisa bahwa tembakau Temanggung telah
dicampur tembakau impor dari luar daerah oleh pengrajin menyebabkan turunnya kualitas.
Hong Tjoen maupun Hartanto salah satu perwakilan PT
Gudang Garam menyatakan, banyaknya campuran pada rajangan tembakau seperti
gula, kotoran patik, gagang, atau ondolan akan mengurangi kualitas dan sangat
merugikan pihak pabrik.
Hal senada juga diungkapkan Wiwik dari Mess PT
Djarum, memang rajangan tembakau dari petani tidak langsung digunakan, namun
melalu proses frementasi selama 2 tahun, apabila terlalu banyak campuran gula
maka bobotnya akan berkurang, kempis, bahkan membatu tidak dapat diproses.
Yang tak kalah peliknya adalah, masalah panjangnya sistem
tata niaga, selama ini para petani tidak menjual langsung ke pabrikan, tapi
harus melalui grader atau subgrader, sehingga petani tak pernah tahu berapa
harga sesungguhnya yang dibeli pabrik.
Hal inipun ditepis oleh Lukito seorang grader,
fungsi grader maupun subgrader adalah untuk menampung tembakau dari para
petani, ini sistem yang harus dilalui, dapat dibayangkan bagaimana kalau secara
individu ribuan petani menjual sendiri ke pabrik, akan jadi antrean sangat
panjang berhari-hari.
27 Agustus 2012 yang baru lalu, petani kembali
dipusingkan ketika pabrik tiba-tiba menghentikan pembelian, dengan alasan kuota
telah terpenuhi, padahal stok tembakau pada petani di wilayah Temanggung
Selatan masih banyak yang belum terbeli.
Puncak kekecewaan petani itu diledakkan pada 5
Oktober 2012 kemarin, ratusan petani melakukan demontrasi massa di gedung DPRD.
Wal hasil Pansus Pertembakauan melakukan mediasi dengan pabrik seperti PT
Noroyono International Tobacco, PT Djarum Kudus, PT Gudang Garam, dan PT
Bentoel, dari mediasi ini pabrikan akhirnya mau membeli tembakau, namun hanya
untuk grade E,F dan G, dengan harga berkisar Rp. 25 ribu – Rp. 30 ribu per Kg.
Padahal kenyataannya petani masih menyimpan grade
D, disinyali over kuota grade D adalah adanya oknum yang mengimpor dari luar
daerah dan langsung menjual ke pabrik.
Kasubbag Perekonomian Daerah Setda Kabupaten
Temanggung Wisnu Grahito mengatakan, rencana semula pembelian di 2012 ini
adalah 18.000 ton, logikanya dari luasan lahan 15.587 Ha dapat menghasilkan
tembakau rajangan 9.916 ton, mestinya semua tembakau Temanggung terbeli pabrik,
bahkan belum memenuhi kuota pembelian.
Lebih lanjut Wisnu menambahkan, hasil kunjungan Tim
Pansus Pertembakauan ke pabrik, diketahui kuota pembelian telah mencapai 29.702
ton, terdiri dari Gudang Garam 15.000 ton, Djarum 10.500 ton, Bentoel 13.150
ton, Noroyono dan Wismilak 1.066 ton.
Katon ( 37 ) petani dari desa Jetis Selopampang
mengatakan kalau pihak petani banyak menjadi bulan-bulanan para juragan, pasalnya
para pedagang itu akal-akalan mengurangi berat timbangan sekitar 5 sampai 10
kg/ keranjang, padahal masih ada lagi potongan rafaksi 20% dari berat
timbangan, belum lagi setelah masuk pabrikan harga berubah lebih rendah dari
kesepakatan awal, lagi-lagi petani dicurangi.
Untuk itu memang petani haruslah jeli, menjual
tembakau dengan sistem menitipkan membuat petani tidak tahu persis kejelasan
timbangan, berapa harga asli dari pabrik. Dari cara dagang menitipkan ini
biasanya pedagang masih meminta jatah per keranjang Rp 2.500 – Rp. 3.000.
Melihat lingkaran setan bisnis tembakau ini sudah
jelas, pihak-pihak yang diuntungkan jelas bukanlah petani, melainkan para
pemain yang mengambil keuntungan di air keruh, entah itu cukong, pemilik modal,
pengrajin atau pengimpor.
Menanggapi hal ini Bupati Temanggung Drs Hasyim
Afandi mengatakan “ Untuk mengurai kooptasi kapitalisme ini perlu banyak
formula dan kebersamaan serta goodwill semua pihak, petani juga harus merubah
mindset mulai dari awal tanam hingga panen, dan menata manajemen pola pertanian
secara menyeluruh “
“ Temanggung adalah pasar bebas tembakau, jadi
siapa saja bisa melakukan jual beli tembakau, dari manapun asalnya, memang
secara hukum dagang hal itu sah, karena dalam transaksi ada jual dan beli, lalu
aturan mana yang bisa melarang “ Drs Hasyim Afandi menambahkan.