Thursday, March 14, 2013

Antara Gedung Kesenian dan Taman Pengayoman

Sudah lama saya tak pernah melihat tulisan beliau yang kritis dan ketus seperti biasanya di koran, Rabu pagi (13/3/2013) ketika membuka Suara Kedu yang merupakan suplemen halaman dari Harian Suara Merdeka, pada kolom Sindoro Sumbing melihat seraut wajah yang tak asing, Roso Titi Sarkoro, seorang pendidik, wartawan senior, aktivis kebudayaan dan pendiri Dewan Kesenian Daerah di Temanggung.
Ada baiknya saya mohon ijin copy paste tulisannya untuk diabadikan di blog saya The Lost Ark ini, semoga beliau berkenan mengijinkan, tidak ada maksud lain dari saya, selain sebagai apresiasi sekaligus itikad baik saya untuk memperkaya perbendaharaan informasi bagi pembaca, barang kali saja pemikiran-pemikirannya yang tertuang dalam tulisannya kali ini menginspirasi para pembaca. Setidaknya sebagai renungan para pemerhati seni dan budaya di Temanggung tercinta.


KESENIAN, di republik tercinta ini belum mendapat tempat yang layak. Kesenian masih dipandang sebelah mata, bahkan dipinggirkan. 
Kondisi ini salah satu indikatornya bisa dilihat dari minimnya fasilitas yang dibangun pemerintah berupa sarana prasarana tempat kreativitas para seniman.
Bahkan di beberapa daerah, pemerintah lebih tepatnya oknum penguasa terkesan "alergi" terhadap keberadaan seniman. 
Sementara, beberapa kota atau daerah yang sudah memiliki gedung kesenian atau taman budaya, kebanyakan tempatnya di pinggiran yang tidak strategis jauh dari keramaian. Idealnya di lokasi yang mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. 
Bagimana dengan Temanggung ? Kabupaten yang masyarakatnya masih dominan agraris ini, terdapat ratusan grup kesenian dengan berbagai genre kesenian rakyat. Namun boleh dibilang belum memiliki sarana berkesenian yang memadai.
Memang kini Pemerintah Kabupaten setempat telah selesai membangun Gedung Pemuda (GP) yang sebentar lagi akan diresmikan dan dioperasionalkan.
Konon konsep pembangunan GP - bukan Gedung Kesenian - tersebut nantinya untuk mefasilitasi pentas-pentas kesenian. Ya, apa boleh buat.
Kegiatan kesenian hanya nebeng alias menumpang, dan tidak diberi fasilitas tersendiri yang memadai. Itu berarti kegiatan berkesenian di Temanggung belum mendapat perhatian.
Maka berarti pula aktivitas seniman yang akan menggunakan GP tersebut, hanya bisa berlangsung secara temporer, ketika gedung tersebut tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan kepemudaan atau bahkan disewa untuk perhelatan seperti resepsi pengantin dan lain sebagainya yang jauh dari aktivitas apresiasi seni.

Taman Pengayoman
Diakui atau tidak, suka atau tidak suka, gagasan pembangunan GP Temanggung masih berhubungan benang merah dengan usulan Dewan Kesenian Daerah (DKD) kepada Pemkab. setempat beberapa tahun silam, untuk membangun Taman Budaya atau setidak-tidaknya Gedung Kesenian. Usulan tersebut murni aspirasi para seniman, yang pada saat itu Temanggung tidak punya gedung yang memadai untuk menggelar pameran seni rupa atau pentas-pentas seni lainnya, menyusul dirobohkannya Gedung Pemuda dan Kesenian di Jalan Jenderal Sudirman, yang kemudian pada masa kepemimpinan Bupati Sardjono (Alm) disulap menjadi kantor kecamatan.
Kebetulan yang mengusulkan pertama kali sebagai penyambung lidah kawan-kawan seniman adalah penulis sendiri pada saat pembukaan pameran Seni Rupa "Karya Seniman dan Guru" di Balai Pertemuan Kelurahan Temanggung II, (sekitar November 2003).
Hadir pada saat itu selain para seniman dan guru peserta pameran, juga para pejabat terkait dan Muspida tidak terkecuali Bupati Totok Ari Prabowo dan Ketua DPRD Bambang Sukarno, Kedua petinggi tersebut pada saat itu menyambut baik usulan segera dibangunnya sebuah Taman Budaya di Temanggung.
Pasca ontran-ontran yang berbuntut pemakzulan Bupati Totok Ari Prabowo, usulan dan proposal pembangunan Taman Budaya telah diperbarui oleh DKD pada era kepemimpinan Bupati Irfan (Alm) maupun HM Hasyim Afandi, tetapi selalu kandas. Tampaknya tidak terlepas dengan kepentingan golongan tertentu, hasil keputusan DPRD, akhirnya justru menyetujui dibangunnya GP di pinggiran timur kota.
Sementara di atas tanah bekas perkantoran di belakang Pendopo Pengayoman - yang semula diusulkan untuk Taman Budaya - sekarang malah dibangun ruang terbuka hijau yang diberi nama Taman Pengayoman (TP).
Boleh jadi keberadaan Gedung Pemuda dan Taman Pengayoman menjadi kebanggan tersendiri bagi Pemkab. Temanggung era duet kepemimpinan Hasyim - Budiarto hari-hari ini. Tetapi tidak bagi warga masyarakat di sekitar TP dan sejumlah seniman.
Semua paham konsep dibangunnya TP tersebut adalah untuk menambah fasilitas ruang publik yang bersifat positif, Yaitu tempat bermain anak-anak dan sekedar bersantai-santai bagi masyarakat sambil menikmati wisata kuliner di Jalan dr Wahidin.

* Penulis adalah aktivis dan pendiri DKD Temanggung