Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh dan bersifat akseleratif untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan/ bentang alam perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua hal ini umumnya mengorbankan keberadaan Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) yang sering dianggap sebagai lahan cadangan tidak ekonomis. Di lain pihak, kemajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem utilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota, juga telah menambah bahan pencemar dan telah menimbulkan ketidaknyamanan perkotaan. Untuk mengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan RTH, karena RTH dapat berfungsi sebagai bioengineering dan bentukan biofilter yang relatif lebih murah, aman, sehat, dan menyamankan. Apabila ruang terbuka hijau tidak tersedia di suatu perkotaan maka bencana ekonomi menjadi tinggi.
Perkembangan dan pertumbuhan kota/ perkotaan disertai dengan alih fungsi lahan yang pesat, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan RTH yang memadai ( Depdagri, 2007 ).
Menurut Budiharjo dan Sujarto (2005), angka pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota yang makin meningkat secara drastis akan menghambat berbagai upaya pelayanan kota, dan pada waktu yang sama juga berdampak negatif pada perlindungan alam, sehingga untuk mewujudkan suatu kota yang ideal diperlukan keberadaan penyeimbang lingkungan dengan penyediaan RTH. Kabupaten Temanggung secara geoekonomis dilalui oleh 3 jalur pusat kegiatan ekonomi yaitu Semarang, Yogyakarta dan Purwokerto dengan fungsi dan perkembangan yang lengkap, seperti sektor jasa, perdagangan, permukiman, industri, pendidikan, pariwisata, kesehatan dan pelayanan umum. Hal tersebut mempengaruhi pola penggunaan lahan dengan semakin luasnya intensitas lahan terbangun pada areal lahan perkotaan. Pengembangan lahan terbangun yang cepat sekali merambat pada ruang terbuka hijau, mengakibatkan banyaknya lahan-lahan yang seharusnya dapat tetap dipertahankan sebagai RTH kota, telah berubah fungsi sebagai daerah terbangun.
Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil ( 1992 ) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika selatan 10 tahun kemudian ( 2002 ) disepakati bersama bahwa sebuah kota ideal memiliki RTH minimal 30% dari luas kota, hal ini juga diamanatkan oleh UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 bahwa RTH terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat, proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota.
Temanggung yang memiliki luas lahan yang tetap mengalami peningkatan kebutuhan akan ruang terbangun karena pertumbuhan penduduk juga semakin meningkat.
Peningkatan sarana dan prasarana ditujukan untuk mendukung aktifitas perkotaan juga terjadi karena jumlah penduduk yang terus meningkat. Pertumbuhan penduduk di Temanggung sebesar 1,05% per tahun denga sebaran yang menyebabkan adanya perkembangan lahan non terbangun menjadi lahan permukiman. Sehingga diperlukan pembangunan RTH, untuk menyeimbangkan pembangunan kota, supaya keseimbangan ekosistem dapat berlanjut. Data BPS tahun 2005 sebesar 9124 Ha sampai tahun 2010 mengalami perubahan menjadi 9274 Ha atau meningkat sebesar 1,64%. karena faktor penambahan lahan terbangun yang berakibat pada pengurangan lahan non terbangun seperti sawah, tegal, kebun dan lahan lainnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut Temanggung memerlukan penyediaan dan pengelolaan RTH yang diharapkan bisa mewujudkan ruang kota yang nyaman, produktif dan hijau ( UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ). Implementasinya pada tahun 2012 ini Pemkab. Temanggung akan membangun sebuah Taman Publik seluas 3.406 M2 yang berlokasi di belakang Pendopo Pengayoman, dengan fungsi taman yang bisa diakses masyarakat secara bebas sebagai tempat rekreasi, belajar atau sekedar refreshing menikmati ruang terbuka hijau.
Konsep taman diaplikasikan secara fungsional taman kota yang hidrologis, ekologi, kesehatan, estetika dan rekreasi, dengan berbagai fasilitas pendukung seperti pedestrian, jogging track, arena bermain anak, tempat parkir dan aksesibiltas, mushola dan toilet umum. Dana pembangunan telah disediakan dari APBN dan pendampingan APBD Kabupaten Temanggung, menyusul tahun-tahun berikutnya akan digarap Taman Bambu Runcing 1.700 M2, Taman Bambang Sugeng 1.500 M2 dan Taman Kartini 18.760 M2.
Tentunya hal ini akan mengubah wajah kota, sekaligus sebagai jawaban atas perlunya Ruang Terbuka Hijau di kota Temanggung.