Program Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS ) di rumah tangga adalah upaya memberdayakan anggota keluarga agar tahu, mau dan mampu mempratekkan hidup bersih dan berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Hasil studi Basic Human Service ( BHS 2006 ) melaporkan bahwa perilaku masyarakat dalam mencuci tangan masih rendah, sebagai contoh mencuci tangan setelah buang air besar sekitar 12%, sementara hasil studi Indonesia Saitarian Sector Development Programe ( ISSDP ) menyatakan 47%, masyarakat masih ada yang buang air besar di sungai, di kebun, di sawah, di kolam dan di tempat terbuka lainnya.
Perilaku lain dalam penanganan sampah juga masih rendah menurut Badan Pusat Statistik ( BPS 2001 ) dalam makalah Tri Bangun ( 2006 ), masih ada penanganan sampah dengan di buang sembarangan ke tanah kosong, ke sungai dan dengan cara dibakar 35,50%. Kedua perilaku tidak sehat tersebut menunjukkan masih perlunya peningkatan kualitas hidup dalam masyarakat, peningkatan kualitas hidup ini bisa diupayakan melalui pembinaan dengan melibatkan peranserta masyarakat dalam meningkatkan kesehatan diri dan menciptakan kebersihan lingkungan.
Pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat bisa dijadikan solusi untuk merubah perilaku menjadi higienis dan saniter, keberhasilan program, ini dapat diindikasikan dari tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk buang air besar pada tempatnya, mencuci tangan dengan sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar, mengelola limbah cair rumah tangga yang aman ( Kepmenkes RI No. 852/Menkes/SK/IX/2008 ). Kondisi kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor lingkungan seperti air, udara dan tanah, lingkungan yang bersih berpengaruh positif pada terwujudnya status kesehatan masyarakat.
Langkah bijak yang harus ditempuh adalah merubah perilaku hidup menjadi higienis pada masyarakat dan membenahi cara pengelolaan limbah baik cair maupun padat atau sampah. Sementara itu Pemerintah sendiri masih mengghadapi beberapa persoalan terkait pengelolaan sampah itu sendiri, hampir semua Pemerintah Kabupaten/Kota harus menyelesaikan permasalahan utama dalam pengelolaan sampah seperti:
- Masih belum memadai perangkat peraturan yang mendukung pengelolaan sampah
- Penanganan sampah belum optimal
- Minim pengelola layanan persampahan yang kredibel dan profesional
- Belum optimal sistem perencanaan pengeloaan sampah
Bertambahnya penduduk dengan berubahnya pola konsumsi menyebabkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah, data statistik Indonesia 2008 menunjukkan timbulan sampah dari masyarakat yang masuk ke Tempat Penampungan Sementara ( TPS ) atau Tempat Pengelolaan Akhir ( TPA ) rata-rata 11,6 juta ton/thn, dari jumlah itu ditimbun 1,6 juta ton/thn, dibuat kompos 1,2 ton/thn, dibakar 0,8 ton/thn dan yang dibuang ke sungai 0,6 ton/thn.Data tersebut menunjukan bahwa masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa tak berguna, belum memberi nilai sebagai sumber daya yang bisa dimanfaatkan, masyarakat mengelola sampah masih bertumpu pada end of pipe, yaitu dikumpulkan, diangkut dan dibuang ke TPA.
Penanganan seperti itu belum menyelesaikan masalah, justru menimbulkan masalah baru, yaitu kapasitas TPA yang tidak selamanya bisa menampung volume sampah yang semakin membesar. Timbunan sampah dalam skala besar menimbulkan pencemaran bau, pencemaran air tanah oleh leachate, dan dapat berpotensi melepas gas methan ( CH4 ) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan berkontribusi pada pemanasan global.
Pengelolaan sampah sistem end of pipe menyebabkan masyarakat menjadi resisten terhadap TPA, masyarakat menolak keberadaan TPA, semacam NIMBY Syndrome ( Not in my back yard ), ini menjadi dilema setiap pemerintah kabupaten/ kota.
Pemerintah Kabupaten Temanggung mengganggap serius dalam hal ini, beberapa pembenahan sistem pengelolaan sampah ini sejak beberapa tahun terakhir ini telah diupayakan, mulai dari tingkat timbulan sampah di lingkungan telah diperkenalkan 3R ( Reuse, Reduce, Recycle ), yaitu memanfaatkan kembali, mengolah kembali menjadi produk baru, dan mendaur ulang. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengangkutan sampah door to door telah dialihkan ke sistem TPS dan Transfer Depo, demikian juga dalam penyapuan kota diterapkan 4 sift, pagi mulai 05.00, siang mulai 10.00, sore mulai 15.00 dan malam mulai 19.00 sampai selesai.
Revitalisasi TPA terus diupayakan, saat ini telah menggunakan sistem Controled Landfill, beberapa infra struktur pendukung ditingkatkan secara terus menerus secara inovatif seiring perkembangan yang selalu terjadi.
Harapan Pemerintah Kabupaten Temanggung dari output tersedianya prasarana yang memadai dapat menghasilkan outcome masyarakat menikmati pelayanan yang baik dan terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang semakin membaik, tentunya ini adalah sebuah harapan yang ideal, tanpa partisipasi aktif masyarakat hal itu tak akan terwujud, baiklah kita dukung saja langkah kebaikan ini, semoga sukses Temanggung dan makin " Bersenyum ".