Dari Temanggung ke Jogja untuk menikmati akhir pekan, tersangkut di Bentara Budaya Jogja menyaksikan gelaran ekspresi para seniman, Kelompok Studi Sastra Bianglala (KSSB) dan Komunitas Danau Angsa (KDA) hari itu tengah hajatan meluncurkan anthologi puisi mbeling " Suara-suara yang Terpinggirkan ", sebagai apresiasi terhadap wasiat almarhum Heru Emka ( penyair Semarang ) yang meninggal awal Mei lalu, bahkan penyair Cunong Nunuk Suraja menyempatkan diri dari Bogor untuk mewakili menyampaikan pikiran Heru Emka sang penggerak sastra di jejaring sosial, keluarga Heru Emkapun dihadirkan dalam hajatan para penyair itu.
Hadir juga budayawan beken mantan rektor Undip Semarang Prof. Dr Eko Budihardjo, masih setia dengan gayanya yang khas memberikan orasi budaya.
Sebuah buku setebal 364 halaman yang merangkum karya 57 penyair, menggambarkan betapa kembelingan para penyair bisa enak juga dinikmati, meski terkadang membuat kita mengerenyitkan dahi, kadang juga tesenyum dalam.
Diantara para pegiat seni yang tergabung dalam KSSB dan KDA nampak disitu sejumlah penyair senior seperti Gus Mus, Abdul Hadi WM, Landung Simatupang, Beni Setia, Darmanto Jatman, Joko Pinurbo, D Zamawi, Imron, Noorca M Masardi, Jose Rizal Manua dan seorang perupa seperti Edie Hara. Bahkan maestro puisi mbeling Remy Silado saat itupun dengan suka cita memberikan pengantar.
Satu-persatu puisipun dilepas lewat
pembacaan yang cukup menggelitik nurani oleh para penyair Sutirman Eka
Ardana, Landung Simatupang, Catur Sanis (Jogja), Aloysius Slamet Widodo
(Solo), Jose Rizal Manua, Yuki Sastradirja, Darman D Hoeri, Dimas
Indarto(Purwokerto), dan Yogira Yogaswara (Bali), suasanapun makin
menghangat ketika Kelompok Sabu yang dipawangi olah panyair Untung
Basuki menghadirkan musikalisasi puisi. Santernya kabar peluncuran
anthologi puisi mbeling diantara penyair membuat para anggota KSSB di
kota-kota itu berbondong-bondong hadir di Bentara Budaya Jogja.
Berbeda dengan era Orde Baru keberadaan
puisi mbeling saat itu memang kurang berani mengumbar kenakalan
kata-kata, karena adanya trauma menggigit penguasa. Sekarang dalam era kebebasan berekspresi memberikan ruang lebar bagi seniman untuk
mengeskplorasi kenakalan memutar bailkkan logika kata, tidak lagi terbatasi oleh atmosfir yang
sempit.
Kehadiran jejaring sosial
sebagai media ekspresi seniman seolah memberikan keleluasaan yang tak terbatas, sehingga
seorang seperti Heru Emka sebagai penggerak sastra di jejaring sosial
itu patut diberikan apresiasi, demikian disampaikan Satmoko Budi Susilo
panitia penyelenggara hajatan itu.
Dalam epilog anthologi ini Cunong Nunuk Suraja menuliskan, kejelian memparodi karya maestro puisi mbeling Remy Silado bukan bermaksud meningkahi penyair senior ini, karena para penyair yang karyanya terangkum dalam anthologi lebih mengutamakan permainan logika dan balada yang memberi ruh pada puisi-puisi mbeling mereka.
Langkah ke depan Satmoko Budi Susilo menambahkan akan memperbaiki manajerial komunitas, dengan menata manajemen dari berbagai aspek, baik dari segi administrasi, kurasi dan semacamnya. " Setelah ini kamipun tetap akan melahirkan anthologi-anthologi yang lain lagi " ungkap Satmoko yang karyanya ikut masuk dalam anthologi tersebut mengakhiri launching yang cukup sukses itu.