" Borobudur yang dikelilingi Gunung Sumbing, Sindoro, Merapi, Merbabu, Telomoyo, Andong, Tidar dan pegunungan Menoreh seperti saujana dalam cekungan bejana. Nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan di dalam kesatuan saujana tersebut, meliputi arkeologi dan sejarah, bentang lahan, sosial budaya, filosofi dan religi " demikian kata Ir Dwita Hadi Rahmi, MA, saat ujian promosi doktor di Fakultas Geografi, Selasa ( 13/11/2012 ).
Disampaikan pula oleh dosen Jurusan Arsitektur dan Perencanaan UGM itu bahwa, wujud dan nilai keunggulan pusaka saujana Borobudur dilandasi oleh Mandala Borobudur.
Dalam ujian yang dipromotori Prof Dr Sudiyakto, MS, co Promotor Prof Dr Sutikno dan Dr Ir Laretna T Adhisakti M.Arch. Dwita juga menyampaikan " Kristalisasi konsep pusaka saujana Borobudur merupakan penyatuan dari wujud, nilai keunggulan dan Mandala Borobudur "
Empat wujud saujana atau pemandangan di kawasan Candi Borobudur yang terdiri dari pola pengolahan lahan, tata kehidupan, arsitektur kawasan dan bentukan-bentukan alami, merupakan keindahan simbolik yang sarat pengetahuan. Dan kini kesatuan yang dibangun para leluhur itu terancam bahaya karena perkembangan pariwisata yang mengabaikan filosofi kawasan tersebut.
Mandala Borobudur dimaknai sebagai hubungan kekuatan antara pusat dan pinggiran dalam dimensi ruang dan waktu. Konsep ini dimanifestasikan sebagai seluruh kehidupan di kawasan Borobudur dengan gunung dan gugusan pegunungan sebagai batasnya, kondisi geomorfologi, iklim, tanah, air, vegetasi dan fauna.
Perubahan yang disebabkan berkembangnya kegiatan pariwisata dan pembangunan saat ini terus mengancam wujud dan nilai keunggulan pusaka saujana Borobudur.
Seperti yang dituturkan Dwita " Ancaman perubahan tersebut membuat pusaka saujana Borobudur berada pada posisi yang membahayakan "
Pengelolaan kawasan Borobudur yang kurang optimal selama ini menjadi penghambat tercapainya keseimbangan antara perubahan dan keberlanjutan pusaka saujana Borobudur. Telah terjadi salah persepsi dalam pembangunan dan pengembangan kawasan wisata Borobudur yang mempunyai keinginan membuat indah kawasan, pembangunan hotel hunian, desa wisata guna menarik jutaan wisatawan justru sebaliknya yang terjadi, pembangunan yang membabi-buta justru merusak saujana Borobudur. Pengelolaan seharusnya mampu mempertahankan kesatuan wujud pusaka saujana tersebut dengan nilai-nilai keunggulan secara utuh dan tetap berfungsi baik berlandaskan Mandala Borobudur.
" Pusaka saujana Borobudur sebagai hasil kreasi budaya masyarakat akan menjadi museum hidup dan tempat pembelajaran " jelas Dwita, menurutnya candi Borobudur sampai kapanpun akan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, walaupun nilai hubungan candi dengan masyarakat sekitarnya telah bergeser. Dan Borobudur akan tetap eksis sampai kapanpun meski pusaka saujana lambat laun akan hilang kalau tak ada yang mengerti nilai ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya, sungguh sayang.