Suara emas Dian Mitha Kurniasari, seorang peserta Festival Vocal Keroncong dari Wonogiri, Sabtu ( 24/12/2012 ) mengalun indah di Pendopo Pengayoman Temanggung, tempat berlangsungnya lomba adu vocal keroncong, Dian berhasil memukau para penonton serta dewan juri, akhirnya meraih predikat juara umum.
Wanita bersuara emas asal Wonogiri tersebut mampu mengungguli enam finalis wanita, dengan juara I katagori puteri dan berhak memboyong Trophy Bergilir Soekardi. Menyusul Tanti Angraeni dari Wonosobo mendapat juara II, dan Rosiana Setyowati dari Surakarta juara III. Sedangkan juara harapan I - IV putri berurutan diraih Dyah Fitri, Wahyu Hidayati, Lusiana dan Sulastri.
Sementara untuk katagori putra juara I diraih Sumarno dari Surakarta, juara II Kunto Bagaskoro dari Kebumen, juara III atas nama Panji Kusumo dari Pati, sedangkan juara harapan I - IV pria secara berurutan pula di raih Theo KS, Eko Sujatmoko, Ibrahim Syah dan Yustinus Supriyanto.
Para juri yang terdiri dari para pakar keroncong tanah air, mengaku sangat bangga kepada para peserta yang telah serius menekuni musik keroncong, musik keroncong memang sangat khas terutama dalam olah vocal, cengkok, keindahan suara serta penggunaan vibrasi yang harus tepat. Dewan juri dalam festival kali ini adalah Lilik Jaski dari Jakarta, Imung dan Sri Hartati dari Yogyakarta, mereka itulah para buaya keroncong yang telah tidak asing lagi bagi penggemar musik keroncong negeri ini.
" Penampilan para finalis masih belum maksimal, namun ke depan masih bisa ditingkatkan lagi. Sebenarnya sudah bagus, kalau mau terus berlatih tentu akan lebih bagus lagi. Tapi secara keseluruhan festival ini sangat membanggakan, apalagi pesertanya anak muda yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia " kata Lilik Jaski
Para pemenang selain menerima piala juga mendapat hadiah uang pembinaan dari panitia, untuk juara I Rp. 5 juta, juara II Rp. 4 juta, juara III Rp. 500 ribu dan juara harapan Rp 250 ribu.
Ketua panitia Musiyono menjelaskan jumlah peserta yang ikut berlomba sebanyak 40 orang, mereka berasal dari Sumatera, DKI Jakarta, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY, kebanyakan peserta didominasi anak muda, ini yang membuat panitia cukup bangga, meskipun musik keroncong identik dengan musik orang tua, tetapi ternyata banyak diminati kaum muda.
" Kegiatan ini bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat serta kelestarian musik keroncong. Selain itu untuk meregenerasi pecinta keroncong " Musiyono mengatakan.
Musik keroncong adalah musik khas Indonesia, warisan para seniman pada masa perjuangan kemerdekaan, memang ada yang mengatakan musik keroncong dipengaruhi budaya Portugis, itu tak dapat dipungkiri, karena alat musik yang dipakai adalah ciptaan orang Eropa. Namun yang menjadi unik dan menarik dalam musik keroncong adalah penggunaan alat musik yang telah dimodifikasi dan diadaptasi kedalam musik tradisional Indonesia, misal adanya tambahan seruling, serta cello dimainkan tanpa alat gesek tapi lebih berfungsi sebagai pengganti kendang yang memberi ketukan di sela-sela bass betot.
Lagu-lagunyapun selain irama khas keroncong juga ada yang berirama stambul, bahkan para seniman masa lalu itu mampu meciptakan irama khas Nusantara yakni irama langgam, kemudian lebih banyak langgam dengan syair bahasa Jawa, yang akrab dengan nama Langgam Jawa, dan ini hanya ada pada musik keroncong.
Lagu keroncong di masa lalu banyak yang bertemakan perjuangan, memang pada waktu itu musik keroncong dijadikan penghibur pejuang dan pengobar semangat perjuangan, tercatat lagu-lagu yang populer dalam musik keroncong seperti: Hampir malam di Jogja, Selendang Sutera, Sepasang Mata Bola, Jembatan Merah, Melati di Tapal Batas, Bandung Selatan, Sapu tangan, Caping Gunung dan masih banyak lagi, semua itu memiliki liryk yang berkisah tentang perjuangan menentang penjajah. Sayang sekali kalau musik warisan para pejuang bangsa ini musnah dijajah budaya asing. Ayo kita lestarikan musik keroncong di negeri ini.